Sabtu, 28 Juni 2014

YUDIKATIF


Kekuasaan yudikatif adalah kekuasaan peradilan dimana kekuasan ini menjaga undang-undang, peraturan-peraturan dan ketentuan hokum lainnya benar-benar ditaati, yaitu dengan menjatuhkan sanksi terhadap pelanggaran hukum/undang-undang.
Pemikiran tentang pemisahan kekuasaan dipengaruhi oleh teori John Locke (1632-1704) seorang filosof  Inggris yang pada tahun 1690 menerbitkan buku “TwoTreites on Civil Government”. Dalam bukunya itu Locke mengemukakan adanya tiga macam kekuasaan di dalam Negara yang harus diserahkan kepada badan yang masing-masing berdiri sendiri, yaitu kekuasaan legislative (membuat undang-undang), kekuasaan ekseutif (melaksanakan Undang-undang atau yang merupakan fungsi pemerintahan) dan kekuasaan federative (keamanan dan hubungan luar negeri).
Negara Republik Indonesia mengenal adanya lembaga-lembaga eksekutif, legislative dan yudikatif dalam UUD 1945 dengan melaksanakan pembagian kekuasaan (distribution of power) antara lembaga-lembaga Negara. Kekuasaan lembaga-lembaga Negara tidaklah di adakan pemisah yang kaku dan tajam, tetapi ada koordinasi yang satu dengan yang lainnya.

A. Pengertian Lembaga Yudikatif
Lembaga Yudikatif  adalah suatu badan yang memiliki sifat teknis yuridis yang berfungsi mengadili penyelewengan pelaksanaan konstitusi dan peraturan perundang-undangan oleh institusi pemerintahan secara luas serta besifat independent dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya. Lembaga Yudikatif ini termasuk dalam bidang ilmu hukum dari pada bidang politik kecuali dibeberapa negara dimana Mahkamah Agung memainkan peranan politik berdasarkan konsep “yudicial review” (menguji ulang peraturan perundang undangan yang bertentangan dengan peraturan perundang undangan yang ada di atasnya).

B. Perbandingan Lembaga Yudikatif Pada Negara Demokrasi, Lembaga Yudikatif Pada Negara Komunis dan Lemba Yudikatif Era Reformasi
1. Lembaga Yudikatif Pada Negara Demokratis
Dalam Negara demokratis, Badan Yudikatif dikenal dengan 2 sistem, yaitu :
A.    Sistem Common Law (negara anglo saxon)
·         Sistem Common Law adalah sistem hukum yang tumbuh di negara Inggris. Sistem ini berpedoman pada prinsip bahwa selain undang undang yang dibuat oleh parlemen juga berpedoman pada peraturan lain yang merupakan common law. Keputusan ini disebut juga dengan case law atau judge made law.
·         Karakterisitik hukum dalam case law adalah pada umumnya negara tersebut tidak ada kodifikasi hukum dalam kitab undang undang, karena dimana hakim sebagai suara undang undang. Hukum case law cenderung mirip dengan hukum perdata adat tak tertulis.

B.     Sistem civil law (hukum perdata umum)
Sistem ini adalah sistem hukum yang berpedoman pada hukum yang sudah ditetapkan. Atau sistem ini menganut paham positivisme perundang-undangan atau legalisme yang berpendapat bahwa “undang undang menjadi sumber hukum satu satunya”. Dalam implementasinya sistem ini para hakim tidak boleh melakukan kodifikasi hukum melainkan harus berpedoman pada hukum yang sudah ada untuk menyelesaikan persoalan persoalan. Keputusan hakim disebut juga jurisprudensi, tetapi dasar keputusannya tetap pasal tertentu dari kitab undang-undang.
Dalam kedua sistem secara teoristis hakim berhak member keputusan baru terlepas dari jurisprudensi atau undang undang yang biasa mengikatnya dengan evaluasi atau re-evaluasi jurisprudensi terlebih dahulu atau interpretasi atau re-interpretasi baru kitab undang-undang lama. Tetapi dalam praktek, para hakim tetap berpedoman pada keputusan lama,terutama pada keputusan pengadilan yang lebih tinggi terutama MA. Badan Yudikatif di negara federal pengadilan dapat menyelesaikan kasus antar negara bagian sedangkan di negara kesatuan tidak.

2. Lembaga Yudikatif Pada Negara Komunis
Di negara komunis, peran seluruh lembaga kenegaraan diarahkan untuk kemajuan komunis, karenanya segala aktivitas serta alat kenegaraan termasuk penyelenggaraan hukum dan wewenang badan hukum merupakan prasarana untuk melancarkan perkembangan kearah komunis.
Pandangan umum yang bisa kita peroleh mengenai Badan yudikatif ialah:
·         Badan Yudikatif dan Yudicial Review:
Secara umum Badan Yudikatif memiliki hak menguji yaitu hak menguji apakah peraturan hukum yang lebih rendah dari UU sesuai dengan UU yang bersangkutan. Mahkamah Agung memiliki fungsi Yudicial Review.

·         Kebebasan Badan Yudikatif:
Badan Yudikatif pada umumnya yang ada bahwa tiap negara hukum masih berpegang pada prinsip “bebas dari campur tangan badan eksekutif”. Tujuannya adalah agar Badan Yudikatif dapat berfungsi dengan baik demi penegakan hukun dan keadilan serta menjamin HAM. Pasal 10 Declarations of Human Rights, memandang kebebasan dan tidak tidak memihaknya badan-badan pengadilan di dalam tiap tiap negara sebagai sesuatu hal yang esensiil. Di beberapa negara jabatan hakim diangkat untuk seumur hidup, contoh: Amerika Serikat dan Indonesia.

·         Kekuasaan Badan yudikatif di Indonesia:
Sistem hukum yang belaku di Indonesia, khususnya hukum hukum perdatanya hingga kini masih terdapat dualism, yaitu:
Ø  Sistem Hukum Adat, suatu tata hukum yang becorak asli Indonesia dan umumnya tidak tertulis.
Ø  Sistem Hukum Eropa Barat (Belanda) yang dipengaruhi oleh hukum romawi. Asas kebebasan Badan Yudikatif adalah berpedoman pada pasal 24 dan pasal 25 UUD 1945 bahwa “Kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka. Artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubung dengan itu harus diadakan jaminan dalam UU tentang kedudukan para hakim”. Dalam UU no 19 th 1964, tentang pokok-pokok kekuasaan kehakiman pasal 19 dikatakan bahwa “Demi kepentingan revolusi, kehormatan negara dan bangsa atau kepentingan masyarakat yang mendesak, Presiden dapat turut atau campur tangan dalam soal pengadilan”.

3. Badan Yudikatif pasca era Reformasi di Indonesia
Badan Yudikatif di era reformasi di Indonesia terjadi perubahan. Perubahan ini sejalan dengan adanya amandemen terhadap UUD 1945 bab IX tentang kekuasaan kehakiman pasal 24 ayat 2 menetapkan bahwa Badan Yudikatif yang menjalankan kekuasaan kehakiman adalah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, agama, militer, TUN dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Wewenang Badan Yudikatif menurut UUD 1945 Amandemen, adalah sebagai berikut:
·         Mahkamah Agung : adalah mengadili Kasasi dan menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang (pasal 24A ayat 1).
·         Mahkamah Konstitusi adalah berwenang mengadili tingkat pertama dan terakir yang bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD, sengketa lembaga negara , memutus pembubaran parta politik dan perselisihan tentang hasil pemilu ( pasal 24 C ayat 1 ).
·         Komisi Yudisial adalah berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung, menjaga dan menegakan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim ( pasal 24B ayat 1).

4. Badan-badan Yudikatif di Indonesia
1.   Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung (disingkat MA) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Agung membawahi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara.
Peradilan Mahkamah Agung menganut sistem continental. Dalam sistem tersebut MA merupakan pengadilan kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum dan menjaga agar semua hukum dan undang-undang di seluruh wilayah negara ditetapkan secara tepat dan adil serta memiliki sifat yang netral dari intervensi pemerintah (independent).

a. Kewajiban dan wewenang MA
Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan wewenang MA adalah:
·         Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-Undang.
·         Mengajukan 3 orang anggota Hakim Konstitusi.
·         Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberi grasi dan rehabilitasi

b. Tugas Pokok dan Fungsi MA
1) Fungsi Peradilan
·         Sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, Mahkamah Agung merupakan pengadilan kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali menjaga agar semua hukum dan undang-undang diseluruh wilayah negara RI diterapkan secara adil, tepat dan benar.
·         Disamping tugasnya sebagai Pengadilan Kasasi, Mahkamah Agung berwenang memeriksa dan memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir:
Ø  semua sengketa tentang kewenangan mengadili.
Ø  permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 28, 29,30,33 dan 34 Undang-undang Mahkamah Agung No. 14 Tahun 1985).
Ø  semua sengketa yang timbul karena perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal perang Republik Indonesia berdasarkan peraturan yang berlaku (Pasal 33 dan Pasal 78 Undang-undang Mahkamah Agung No 14 Tahun 1985)
·         Erat kaitannya dengan fungsi peradilan ialah hak uji materiil, yaitu wewenang menguji/menilai secara materiil peraturan perundangan dibawah Undang-undang tentang hal apakah suatu peraturan ditinjau dari isinya (materinya) bertentangan dengan peraturan dari tingkat yang lebih tinggi (Pasal 31 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985)

2) Fungsi Pengawasan
·         Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan yang dilakukan Pengadilan-pengadilan diselenggarakan dengan seksama dan wajar dengan berpedoman pada azas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan, tanpa mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara (Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-undang Ketentuan Pokok Kekuasaan Nomor 14 Tahun 1970).
·         Mahkamah Agung juga melakukan pengawasan:
Ø Terhadap pekerjaan Pengadilan dan tingkah laku para Hakim dan perbuatan Pejabat Pengadilan dalam menjalankan tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok Kekuasaan Kehakiman, yakni dalam hal menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, dan meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan serta memberi peringatan, teguran dan petunjuk yang diperlukan tanpa mengurangi kebebasan Hakim (Pasal 32 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).
Ø Terhadap Penasehat Hukum dan Notaris sepanjang yang menyangkut peradilan (Pasal 36 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985)
·         Fungsi Pengaturan
Ø Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang tentang Mahkamah Agung sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum yang diperlukan bagi kelancaran penyelengaraan peradilan (Pasal 27 Undang-undang No.14 Tahun 1970, Pasal 79 Undang-undang No.14 Tahun 1985).
Ø  Mahkamah Agung dapat membuat peraturan acara sendiri bilamana dianggap perlu untuk mencukupi hukum acara yang sudah diatur Undang-undang
·         Fungsi Pemberian Nasehat
Ø Mahkamah Agung memberikan nasihat-nasihat atau pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain (Pasal 37 Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Mahkamah Agung memberikan nasihat kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam rangka pemberian atau penolakan grasi (Pasal 35 Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Selanjutnya Perubahan Pertama Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945 Pasal 14 Ayat (1), Mahkamah Agung diberikan kewenangan untuk memberikan pertimbangan kepada Presiden selaku Kepala Negara selain grasi juga rehabilitasi. Namun demikian, dalam memberikan pertimbangan hukum mengenai rehabilitasi sampai saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaannya
Ø Mahkamah Agung berwenang meminta keterangan dari dan memberi petunjuk kepada pengadilan disemua lingkunga peradilan dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 25 Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. (Pasal 38 Undang-undang No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung).

·         Fungsi Administrasi
Ø Badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara) sebagaimana dimaksud Pasal 10 Ayat (1) Undang-undang No.14 Tahun 1970 secara organisatoris, administrative dan finansial sampai saat ini masih berada dibawah Departemen yang bersangkutan, walaupun menurut Pasal 11 (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 sudah dialihkan dibawah kekuasaan Mahkamah Agung
Ø Mahkamah Agung berwenang mengatur tugas serta tanggung jawab, susunan organisasi dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan (Undang-undang No. 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman)

·         Fungsi Lainnya
Selain tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, berdasar Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 serta Pasal 38 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985, Mahkamah Agung dapat diserahi tugas dan kewenangan lain berdasarkan Undang-undang.

C.  Fungsi-Fungsi Yudikatif
Kekuasaan Yudikatif  berwenang menafsirkan isi undang-undang maupun memberi sanksi atas setiap pelanggaran atasnya. Fungsi-fungsi Yudikatif yang bisa dispesifikasikan kedalam daftar masalah hukum berikut: Criminal law (petty offense, misdemeanor, felonies); Civil law (perkawinan, perceraian, warisan, perawatan anak); Constitution law (masalah seputar penafsiran kontitusi); Administrative law (hukum yang mengatur administrasi negara); International law (perjanjian internasional).
1.      Criminal Law, penyelesaiannya biasanya dipegang oleh pengadilan pidana yang di Indonesia sifatnya berjenjang, dari Pengadilan Negeri (tingkat kabupaten), Pengadilan Tinggi (tingkat provinsi, dan Mahkamah Agung (tingkat nasional). Civil law juga biasanya diselesaikan di Pengadilan Negeri, tetapi khusus umat Islam biasanya dipegang oleh Pengadilan Agama. 
2.      Constitution Law, kini penyelesaiannya ditempati oleh Mahkamah Konstitusi. Jika individu, kelompok, lembaga-lembaga negara mempersoalkan suatu undang-undang atau keputusan, upaya penyelesaian sengketanya dilakukan di Mahkamah Konstitusi.
3.      Administrative Law, penyelesaiannya dilakukan di Pengadilan Tata Usaha Negara, biasanya kasus-kasus sengketa tanah, sertifikasi, dan sejenisnya.
4.       International Law, tidak diselesaikan oleh badan yudikatif di bawah kendali suatu negara melainkan atas nama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar