Kekuasaan yudikatif adalah kekuasaan
peradilan dimana kekuasan ini menjaga undang-undang, peraturan-peraturan dan
ketentuan hokum lainnya benar-benar ditaati, yaitu dengan menjatuhkan sanksi terhadap
pelanggaran hukum/undang-undang.
Pemikiran tentang pemisahan kekuasaan
dipengaruhi oleh teori John Locke (1632-1704) seorang filosof Inggris yang pada tahun 1690 menerbitkan buku
“TwoTreites on Civil Government”.
Dalam bukunya itu Locke mengemukakan adanya tiga macam kekuasaan di dalam
Negara yang harus diserahkan kepada badan yang masing-masing berdiri sendiri,
yaitu kekuasaan legislative (membuat undang-undang), kekuasaan ekseutif
(melaksanakan Undang-undang atau yang merupakan fungsi pemerintahan) dan
kekuasaan federative (keamanan dan hubungan luar negeri).
Negara Republik Indonesia mengenal
adanya lembaga-lembaga eksekutif, legislative dan yudikatif dalam UUD 1945
dengan melaksanakan pembagian kekuasaan (distribution
of power) antara lembaga-lembaga Negara. Kekuasaan lembaga-lembaga Negara
tidaklah di adakan pemisah yang kaku dan tajam, tetapi ada koordinasi yang satu
dengan yang lainnya.
A.
Pengertian Lembaga Yudikatif
Lembaga
Yudikatif adalah suatu badan yang
memiliki sifat teknis yuridis yang berfungsi mengadili penyelewengan
pelaksanaan konstitusi dan peraturan perundang-undangan oleh institusi
pemerintahan secara luas serta besifat independent dalam pelaksanaan tugas dan
fungsinya. Lembaga Yudikatif ini termasuk dalam bidang ilmu hukum dari pada
bidang politik kecuali dibeberapa negara dimana Mahkamah Agung memainkan
peranan politik berdasarkan konsep “yudicial review” (menguji ulang peraturan
perundang undangan yang bertentangan dengan peraturan perundang undangan yang
ada di atasnya).
B. Perbandingan Lembaga Yudikatif
Pada Negara Demokrasi, Lembaga Yudikatif Pada Negara Komunis dan Lemba
Yudikatif Era Reformasi
1. Lembaga Yudikatif Pada Negara
Demokratis
Dalam
Negara demokratis, Badan Yudikatif dikenal dengan 2 sistem, yaitu :
A.
Sistem
Common Law (negara anglo saxon)
·
Sistem
Common Law adalah sistem hukum yang tumbuh di negara Inggris. Sistem ini
berpedoman pada prinsip bahwa selain undang undang yang dibuat oleh parlemen
juga berpedoman pada peraturan lain yang merupakan common law. Keputusan ini
disebut juga dengan case law atau judge made law.
·
Karakterisitik
hukum dalam case law adalah pada umumnya negara tersebut tidak ada kodifikasi
hukum dalam kitab undang undang, karena dimana hakim sebagai suara undang
undang. Hukum case law cenderung mirip dengan hukum perdata adat tak tertulis.
B.
Sistem
civil law (hukum perdata umum)
Sistem ini
adalah sistem hukum yang berpedoman pada hukum yang sudah ditetapkan. Atau
sistem ini menganut paham positivisme perundang-undangan atau legalisme yang berpendapat
bahwa “undang undang menjadi sumber hukum satu satunya”. Dalam implementasinya
sistem ini para hakim tidak boleh melakukan kodifikasi hukum melainkan harus
berpedoman pada hukum yang sudah ada untuk menyelesaikan persoalan persoalan.
Keputusan hakim disebut juga jurisprudensi, tetapi dasar keputusannya tetap
pasal tertentu dari kitab undang-undang.
Dalam
kedua sistem secara teoristis hakim berhak member keputusan baru terlepas dari
jurisprudensi atau undang undang yang biasa mengikatnya dengan evaluasi atau
re-evaluasi jurisprudensi terlebih dahulu atau interpretasi atau
re-interpretasi baru kitab undang-undang lama. Tetapi dalam praktek, para hakim
tetap berpedoman pada keputusan lama,terutama pada keputusan pengadilan yang
lebih tinggi terutama MA. Badan Yudikatif di negara federal pengadilan dapat
menyelesaikan kasus antar negara bagian sedangkan di negara kesatuan tidak.
2. Lembaga Yudikatif Pada Negara
Komunis
Di negara komunis, peran seluruh
lembaga kenegaraan diarahkan untuk kemajuan komunis, karenanya segala aktivitas
serta alat kenegaraan termasuk penyelenggaraan hukum dan wewenang badan hukum
merupakan prasarana untuk melancarkan perkembangan kearah komunis.
Pandangan
umum yang bisa kita peroleh mengenai Badan yudikatif ialah:
·
Badan
Yudikatif dan Yudicial Review:
Secara umum Badan Yudikatif memiliki hak menguji yaitu hak
menguji apakah peraturan hukum yang lebih rendah dari UU sesuai dengan UU yang
bersangkutan. Mahkamah Agung memiliki fungsi Yudicial Review.
·
Kebebasan
Badan Yudikatif:
Badan Yudikatif pada umumnya yang ada bahwa tiap negara
hukum masih berpegang pada prinsip “bebas dari campur tangan badan eksekutif”.
Tujuannya adalah agar Badan Yudikatif dapat berfungsi dengan baik demi
penegakan hukun dan keadilan serta menjamin HAM. Pasal 10 Declarations of Human
Rights, memandang kebebasan dan tidak tidak memihaknya badan-badan pengadilan
di dalam tiap tiap negara sebagai sesuatu hal yang esensiil. Di beberapa negara
jabatan hakim diangkat untuk seumur hidup, contoh: Amerika Serikat dan
Indonesia.
·
Kekuasaan
Badan yudikatif di Indonesia:
Sistem hukum yang belaku di Indonesia, khususnya hukum hukum
perdatanya hingga kini masih terdapat dualism, yaitu:
Ø Sistem Hukum Adat, suatu tata hukum
yang becorak asli Indonesia dan umumnya tidak tertulis.
Ø Sistem Hukum Eropa Barat (Belanda)
yang dipengaruhi oleh hukum romawi. Asas kebebasan Badan Yudikatif adalah
berpedoman pada pasal 24 dan pasal 25 UUD 1945 bahwa “Kekuasaan kehakiman ialah
kekuasaan yang merdeka. Artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah.
Berhubung dengan itu harus diadakan jaminan dalam UU tentang kedudukan para
hakim”. Dalam UU no 19 th 1964, tentang pokok-pokok kekuasaan kehakiman pasal
19 dikatakan bahwa “Demi kepentingan revolusi, kehormatan negara dan bangsa
atau kepentingan masyarakat yang mendesak, Presiden dapat turut atau campur
tangan dalam soal pengadilan”.
3. Badan Yudikatif pasca era
Reformasi di Indonesia
Badan Yudikatif di era reformasi di
Indonesia terjadi perubahan. Perubahan ini sejalan dengan adanya amandemen
terhadap UUD 1945 bab IX tentang kekuasaan kehakiman pasal 24 ayat 2 menetapkan
bahwa Badan Yudikatif yang menjalankan kekuasaan kehakiman adalah Mahkamah
Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan
umum, agama, militer, TUN dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Wewenang Badan
Yudikatif menurut UUD 1945 Amandemen, adalah sebagai berikut:
·
Mahkamah
Agung : adalah mengadili Kasasi dan menguji peraturan perundang-undangan di
bawah undang-undang (pasal 24A ayat 1).
·
Mahkamah
Konstitusi adalah berwenang mengadili tingkat pertama dan terakir yang bersifat
final untuk menguji UU terhadap UUD, sengketa lembaga negara , memutus
pembubaran parta politik dan perselisihan tentang hasil pemilu ( pasal 24 C
ayat 1 ).
·
Komisi
Yudisial adalah berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung, menjaga dan
menegakan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim ( pasal 24B ayat
1).
4. Badan-badan Yudikatif di
Indonesia
1. Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung (disingkat MA) adalah
lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan
pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Agung membawahi badan
peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara.
Peradilan Mahkamah Agung menganut
sistem continental. Dalam sistem tersebut MA merupakan pengadilan kasasi yang
bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum dan menjaga agar semua hukum
dan undang-undang di seluruh wilayah negara ditetapkan secara tepat dan adil
serta memiliki sifat yang netral dari intervensi pemerintah (independent).
a. Kewajiban dan wewenang MA
Menurut Undang-Undang Dasar 1945,
kewajiban dan wewenang MA adalah:
·
Berwenang
mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah
Undang-Undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-Undang.
·
Mengajukan
3 orang anggota Hakim Konstitusi.
·
Memberikan
pertimbangan dalam hal Presiden memberi grasi dan rehabilitasi
b. Tugas Pokok dan Fungsi MA
1) Fungsi Peradilan
·
Sebagai
Pengadilan Negara Tertinggi, Mahkamah Agung merupakan pengadilan kasasi yang
bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan
peninjauan kembali menjaga agar semua hukum dan undang-undang diseluruh wilayah
negara RI diterapkan secara adil, tepat dan benar.
·
Disamping
tugasnya sebagai Pengadilan Kasasi, Mahkamah Agung berwenang memeriksa dan
memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir:
Ø semua sengketa tentang kewenangan
mengadili.
Ø permohonan peninjauan kembali
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 28,
29,30,33 dan 34 Undang-undang Mahkamah Agung No. 14 Tahun 1985).
Ø semua sengketa yang timbul karena
perampasan kapal asing dan muatannya oleh kapal perang Republik Indonesia
berdasarkan peraturan yang berlaku (Pasal 33 dan Pasal 78 Undang-undang
Mahkamah Agung No 14 Tahun 1985)
·
Erat
kaitannya dengan fungsi peradilan ialah hak uji materiil, yaitu wewenang
menguji/menilai secara materiil peraturan perundangan dibawah Undang-undang
tentang hal apakah suatu peraturan ditinjau dari isinya (materinya)
bertentangan dengan peraturan dari tingkat yang lebih tinggi (Pasal 31
Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985)
2) Fungsi Pengawasan
·
Mahkamah
Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua
lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan yang dilakukan
Pengadilan-pengadilan diselenggarakan dengan seksama dan wajar dengan
berpedoman pada azas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan, tanpa
mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara (Pasal 4 dan
Pasal 10 Undang-undang Ketentuan Pokok Kekuasaan Nomor 14 Tahun 1970).
·
Mahkamah
Agung juga melakukan pengawasan:
Ø Terhadap pekerjaan Pengadilan dan
tingkah laku para Hakim dan perbuatan Pejabat Pengadilan dalam menjalankan
tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pokok Kekuasaan Kehakiman, yakni
dalam hal menerima, memeriksa, mengadili, dan menyelesaikan setiap perkara yang
diajukan kepadanya, dan meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan
dengan teknis peradilan serta memberi peringatan, teguran dan petunjuk yang
diperlukan tanpa mengurangi kebebasan Hakim (Pasal 32 Undang-undang Mahkamah
Agung Nomor 14 Tahun 1985).
Ø Terhadap Penasehat Hukum dan Notaris
sepanjang yang menyangkut peradilan (Pasal 36 Undang-undang Mahkamah Agung
Nomor 14 Tahun 1985)
·
Fungsi
Pengaturan
Ø Mahkamah Agung dapat mengatur lebih
lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan
apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-undang tentang
Mahkamah Agung sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum
yang diperlukan bagi kelancaran penyelengaraan peradilan (Pasal 27
Undang-undang No.14 Tahun 1970, Pasal 79 Undang-undang No.14 Tahun 1985).
Ø Mahkamah Agung dapat membuat
peraturan acara sendiri bilamana dianggap perlu untuk mencukupi hukum acara
yang sudah diatur Undang-undang
·
Fungsi
Pemberian Nasehat
Ø Mahkamah Agung memberikan nasihat-nasihat
atau pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum kepada Lembaga Tinggi Negara
lain (Pasal 37 Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Mahkamah Agung
memberikan nasihat kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam rangka pemberian
atau penolakan grasi (Pasal 35 Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985).
Selanjutnya Perubahan Pertama Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945 Pasal 14
Ayat (1), Mahkamah Agung diberikan kewenangan untuk memberikan pertimbangan
kepada Presiden selaku Kepala Negara selain grasi juga rehabilitasi. Namun
demikian, dalam memberikan pertimbangan hukum mengenai rehabilitasi sampai saat
ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaannya
Ø Mahkamah Agung berwenang meminta
keterangan dari dan memberi petunjuk kepada pengadilan disemua lingkunga
peradilan dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 25 Undang-undang No.14 Tahun
1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. (Pasal 38
Undang-undang No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung).
·
Fungsi
Administrasi
Ø Badan-badan Peradilan (Peradilan
Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara)
sebagaimana dimaksud Pasal 10 Ayat (1) Undang-undang No.14 Tahun 1970 secara
organisatoris, administrative dan finansial sampai saat ini masih berada
dibawah Departemen yang bersangkutan, walaupun menurut Pasal 11 (1)
Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 sudah dialihkan dibawah kekuasaan Mahkamah
Agung
Ø Mahkamah Agung berwenang mengatur
tugas serta tanggung jawab, susunan organisasi dan tata kerja Kepaniteraan
Pengadilan (Undang-undang No. 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas
Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman)
·
Fungsi
Lainnya
Selain tugas pokok untuk menerima,
memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan
kepadanya, berdasar Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 serta
Pasal 38 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985, Mahkamah Agung dapat diserahi tugas
dan kewenangan lain berdasarkan Undang-undang.
C. Fungsi-Fungsi
Yudikatif
Kekuasaan
Yudikatif berwenang menafsirkan isi
undang-undang maupun memberi sanksi atas setiap pelanggaran atasnya.
Fungsi-fungsi Yudikatif yang bisa dispesifikasikan kedalam daftar masalah hukum
berikut: Criminal law (petty offense, misdemeanor, felonies); Civil law
(perkawinan, perceraian, warisan, perawatan anak); Constitution law (masalah
seputar penafsiran kontitusi); Administrative law (hukum yang mengatur
administrasi negara); International law (perjanjian internasional).
1.
Criminal
Law,
penyelesaiannya biasanya dipegang oleh pengadilan pidana yang di Indonesia
sifatnya berjenjang, dari Pengadilan Negeri (tingkat kabupaten), Pengadilan
Tinggi (tingkat provinsi, dan Mahkamah Agung (tingkat nasional). Civil law juga
biasanya diselesaikan di Pengadilan Negeri, tetapi khusus umat Islam biasanya
dipegang oleh Pengadilan Agama.
2.
Constitution Law, kini penyelesaiannya ditempati oleh Mahkamah
Konstitusi. Jika individu, kelompok, lembaga-lembaga negara mempersoalkan suatu
undang-undang atau keputusan, upaya penyelesaian sengketanya dilakukan di
Mahkamah Konstitusi.
3.
Administrative
Law, penyelesaiannya
dilakukan di Pengadilan Tata Usaha Negara, biasanya
kasus-kasus sengketa tanah, sertifikasi, dan sejenisnya.
4.
International Law, tidak diselesaikan oleh badan yudikatif di bawah
kendali suatu negara melainkan atas nama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar