Komunikasi
internasional adalah komunikasi yang dilakukan oleh komunikator yang di mana
mewakili suatu negara untuk menyampaikan sebuah pesan-pesan yang berkaitan
dengan kepentingan negaranya kepada komunikan yang mewakili negara lainnya. Komunikasi internasional
merupakan instrumen yang sangat penting dalam dinamika hubungan internasional.
Pada saat yang bersamaan negara yang dituju tersebut memberikan reaksi, saat
itulah komunikasi internasional berjalan. Berbagai peristiwa komunikasi
internasional bisa dilandasi oleh motivasi yang berbeda-beda, dan bisa dilihat
dari berbagai cara pandang yang berbeda pula. Demikian juga halnya dengan
perkembangan bidang kajian komunikasi internasional. Dalam perkembangannya,
tumbuh sejumlah pendekatan keilmuan yang memiliki “penggemarnya masing-masing.
Menurut Robert O.
Angell, meskipun menganggap Komunikasi Internasional itu adalah komunikasi
politik yang dilaksanakan oleh setiap bangsa/negara. Ia juga menganggap bahwa kunjungan
atau perpindahan penduduk suatu negara ke negara lain misal seperti turis
asing, bisnis internasional, sekolah, tugas belajar pada hakikatnya juga
termasuk (bentuk) pelaksanaan Komunikasi Internasional. Termasuk Wilbur Schramm
dalam pengantarnya di buku karangan W. Philips Davison dan Alexander L. George
berjudul The Process and Effects of Massa Communication menyebut juga sebagai
Komunikasi Internasional, walaupun beberapa kali menyebut dengan Komunikasi
Politik Internasional. Hanya saja kedua pengarang tersebut menyebut secara
jelas sebagai International Political Communication.
Letak perbedaan antara
hubungan internasional dan komunikasi internasional yaitu pada sifat
kecenderungan saling mempengaruhi, dimana ide suatu negara, kepentingan, kehendak
dan upaya menguasai pikiran negara lain yang ditransfer dalam bentuk kemasan
komunikasi dengan berbagai macam device dam motivasi, maka hubungan
internasional telah beralih ke komunikasi internasional. Repotnya kedua istilah
ini sering bercampur baur. Dalam komunikasi internasional kecenderungan
interaksi lebih dipengaruhi oleh kebijaksanaan negara dalam memenuhi
kepentingan negara tersebut. Bahkan wujud komunikasi antar bangsa lebih memicu
kepada hubungan politik yang dikembangkan ke hubungan bidang-bidang lainnya
Komunikasi internasional sebagai sebuah
bidang kajian memfokuskan perhatian pada keseluruhan proses melalui mana data
dan informasi mengalir melalui batas-batas negara. Subyek yang ditelaah
bukanlah sekedar arus itu sendiri, melainkan juga struktur arus yang terbentuk,
aktor-aktor yang terlibat di dalamnya, sarana yang digunakan, efek yang
ditimbulkan, serta motivasi yang mendasarinya. Pendekatan yang digunakan
bersifat makro, dengan aktor-aktor non-individual sebagai unit analisa, dan
dekat dengan wilayah disiplin ilmu hubungan internasional atau ekonomi politik
internasional. Lebih Jelasnya, komunikasi internasional juga adalah studi
tentang berbagai macam Mass Mediated Communication antara dua negara
atau lebih yang berbeda latar belakang budaya. Perbedaan latar belakang
tersebut dapat berupa perbedaan ideologi, budaya, perkembangan ekonomi, dan
perbedaan bahasa.
Komunikasi internasional dapat di tandai dengan tiga
kriteria yang membedakannya dengan komunikasi yang lain, yaitu:
1. Jenis isu,
pesannya bersifat global.
2. Komunikator
dan komunikannya berbeda kebangsaan.
3. Saluran
media yang digunakan bersifat internasional.
Dengan kriteria demikian, komunikasi internasional dapat
didefinisikan pula sebagai “sebuah komunikasi yang interaksi dan ruang
lingkupnya bersifat lintas negara serta berlangsung di antara orang-orang yang
berbeda kebangsaan dan memiliki jangkauan penyampaian pesan melintasi
batas-batas wilayah suatu negara”.
Fokus
studi komunikasi internasional pada awalnya adalah studi tentang arus informasi
antar negara-negara dan dalam perkembangannya muncul studi tentang propaganda.
Fokus studi komunikasi internasional pada awalnya adalah
studi tentang arus informasi antar negara-negara dan dalam perkembangannya
muncul studi tentang propaganda. Adanya perubahan paradigma komunikasi
internasional dari Free Flow Informationmanjadi Free and Flow
Information menyebabkan mulai berkembangnya fokus studi komunikasi
internasional antara lain studi tentang imperialisme media, globalisasi,
privatisasi, era informasi.
Sejalan dengan berubahnya paradigma arus komunikasi
internasional mulai muncul juga Global Communication Order atau yang
kita kenal dengan “tata komunikasi dan informasi dunia baru”. Munculnya wacana
ini dipicu dari bermunculannya pemimpin-pemimpin dunia ketiga yang mulai
menyadari bahwa paradigma komunikasi internasional Free Flow
Information ternyata bukanlah arus informasi bebas yang seimbang. Pada
kenyataanya arus informasi bebas lebih berkembang menjadi arus utara ke selatan
dan barat ke timur tetapi tidak ada arus informasi yang seimbang dari timur ke
barat atau dari selatan ke utara.
Fenomena kontemporer mengenai komunikasi internasional yang
dapat diamati saat ini, adalah bagaimana hubungan antarnegara kini semakin
dinamis dengan perkembangan teknologi informasi. Banyak masalah antarnegara
yang dibahas dalam bingkai komunikasi internasional, yang tidak melulu masalah
politik dan keamanan. Masalah-masalah lingkungan hidup, kesejahteraan, kini
juga menjadi masalah bersama di antara banyak negara. Bahkan terkadang terdapat
satu masalah yang dibahas secara global oleh masyarakat dalam
dialog global civil society, semisal masalah terorisme. Masalah ini bukan
lagi notabene masalah pemerintah atau negara saja, tetapi telah
menjadi masalah masyarakat.
Berdasarkan konteks di atas,
maka pertanyaan mayornya adalah bagaimana pendekatan dalam komunikasi
internasional? Kemudian, minornya adalah Adakah perspektif tentang pendekatan
dalam komunikasi? Apa yang menjadi kendala dalam pendekatan tersebut? Apa
peranan pendekatan itu sendiri bagi suatu negara?
Terdapat
empat pendekatan dominan dalam disiplin komunikasi internasional: idealistic-humanistic yaitu, sebagai alat mempersatukan bangsa-bangsa didunia, dan sebagai
kekuatan untuk membantu organisasi interasional dalam melaksanakan pelayanan
mereka terhadap komunitas dunia. Dalam pendekatan ini komunikasi internasional
dilihat sebagai sarana bagi upaya peningkatan saling pengertian di antara
bangsa-bangsa dan rakyatnya untuk menuju pada perdamaian dunia.
Interaksi antarnegara dipandang dalam pemenuhan funsi ideal tersebut.
Demikianlah, arus wisatawan dari Negara maju ke Negara berkembang misalnya,
dilihat sebagai sarana yang akan mewadahi perkenalan budaya antar masing-masing
bangsa. Bantuan pendidikan yang diberikan kepada para pelajar Negara berkembang
juga dilihat sebagai upaya untuk memperkenalkan pada mereka yang terelakang
ini, nilai-nilai, kecakapan, dan segenap perangkat lainnya.
Political proselytization yaitu, sangat
berbeda dengan pendekatan pertama, pendekatan ini justru cenderung memfokuskan
diri pada berbagai peristiwa komunikasi internasional di mana proses penyebaran
pasar difungsikan sebagai sarana propaganda, konfrotansi ideologis, serta
penciptaan mitos politik. komunikasi yang dikaji atau dirancang biasanya
bercirikan arus komunikasi searah yang mensyaratkan semacam kekuasaan terpusat
yang terorganisir. Komunikasi internasional ini dianggap diilhami oleh karakter
otoritarian dan totalitarian tertentu yang memungkinkan adanya manipulasi
terhadap manusia. Untuk berberapa dekade terakhir, komunikasi internasional ini
cukup mendominasi hubungan antar Negara-negara di dunia, sebagaimana ditunjukan
oleh propaganda Hitler ke Negara-negara tetangga, atau untuk contoh yang lebih
“hangat, oleh penggunaan sarana-sarana komunikasi oleh pemerintah baik Amerika
Serikat dan Uni Soviet kepada Negara-negara satelitnya untuk mempromosikan
ideology mereka.
Informasi sebagai kekuatan ekonomi yaitu,
pendekatan yang berorientasi ekonomi keuntungan ekonomi bagi negara-negara
maju. Jadi arus informasi dari Negara maju ke Negara berkembang, misalnya
dilihat dalam konteks arti ekonominya pada salahsatu atau masing-masing pihak. Ini dapat mencakup
peristiwa-peristiwa komunikasi internasional yang jelas-jelas mewadahi
pemasaran barang, seperti pengiklanan secara besar-besaran film-film Box Office Amerika Serikat di
Negara-negara berkembang; atau pula berbagai peristiwa yang lebih “halus”,
seperti kerjasama pembangunan internasional di bidang komunikasi.
Informasi
sebagai kekuatan politik yaitu, menjadi arus informasi internasional
ditempatkan dalam kaitannya dengan makna politis. Sebagaimana pendekatan ketiga, informasi dalam
beragam bentuknya diperlakukan sebagai komuditas yang tidak netral dan bebas
nilai, melainkan mengandung arti politik. jadi arus informasi internasional
ditempatkan dalam kaitannya dengan makna politisinya bagi masing-masing pihak
yang terlibat.
Dalam keseluruhan
studinya, Davison dan George melihat bahwa antara komunikasi internasional dan
politik internasional adalah merupakan suatu kesatuan yang bulat. Walaupun
mereka menyatakan juga bahwa komunikasi dalam hal ini hanya merupakan alat saja
dari politik internasional. Tetapi studi kedua ahli ini mempunyai kelemahan
yaitu harus ada pembedaan yang jelas antara keduanya karena pembedaan itu
sebenarnya bisa dilakukan. Karena justru malah menjadi kerancuan bila kedua
bidang ini disamakan. Secara umum komunikasi internasional adalah suatu
spesialisasi dari komunikasi massa, walaupun bentuk dan isi pesan bisa apa saja
termasuk politik internasional (MO. Palapah). Tapi mempelajari perbandingan
Davison dan George ini justru diharapkan dapat menjelaskan perbedaan komunikasi
internasional dan politik internasional. Artinya teori kedua pakar ini tetap
penting sebagai perbandingan apalagi kaitannya dengan communication policy dan
tidak sekadar international political communication.
Komunikasi internasional dapat dipelajari dari tiga
perspektif yaitu perspektif diplomatik, jurnalistik, dan propogandistik. Dalam
perspektif diplomatik, komunikasi internasional lazimnya dilakukan secara
interpersonal atau kelompok kecil. Jalur diplomatik atau komunikasi langsung
antara pejabat tinggi negara lebih banyak dipergunakan untuk memperluas
pengaruh dan mengatasi ketidaksepakatan, salah pengertian ataupun pertentangan
dalam masalah tujuan dan kepentingan setiap negara untuk memperteguh keyakinann
dan menghindari konflik. Disini, terasa betapa pentingnya teknik
komunikasi diplomatik serta perlunya tradisi komunikasi diplomatik diantara
negara berdaulat dalam meletakkan jalur utama komunikasi internasional untuk
tujuan-tujuan perdamaian dunia yang lebih mantap. Dengan demikian, komunikasi
internasional diplomatik ditempuh untuk mengembangkan dan memelihara hubungan
bilateral atau multilateral atau untuk memperkuat posisi tawar menawar ataupun
untuk meningkatkan reputasi.
F. Rachmadi
mengangkat konsep pemikiran bahwa hubungan politik pada hakikatnya adalah
hubungan diplomatik yang dijadikan wahana untuk memperjuangkan kepentingan
masing-masing negara nasional.
Tentang hubungan
diplomatik sendiri Robert F. Delancy mendefinisikan sebagai : Public diplomacy
hjas been defined as the ways in which both governments and private individuals
and group influence directly or indirectly those public attitudes and opinions
which bear directly on other governments, foreign policy decisions”.
Dalam perspektif jurnalistik, komunikasi internasional
dilakukan melalui saluran media massa dan cetak dan elektronik. Arus informasi
yang bebas dan terbuka dari negara-negara maju yang datang melalui media
tersebut saat ini dinilai lebih merugikan negara-negara berkembang.
Arus semacam ini
tidak mencerminkan adanya mutual respect antara kedua kubu negara tersebut.
Komunikasi internasional dengan penyebaran informasi satu arah menunjukkan
betapa negara maju telah mendominasi komunikasi internasional. Komunikasi
semacam ini telah dijadikan pula oleh negara-negara maju sebagai alat kontrol
terhadap kekuatan sosial yang dikendalikan oleh kekuatan politik dam percaturan
politik internasional. Karena negara maju memiliki fasilitas komunikasi yang
lengkap dan canggih serta sistem yang terus dikembangkan secara mantap, terpaan
informasi dari mereka menjadi demikian kuat. Itulah sebabnya, sebagian negara
berkembang yang masih jauh tertinggal, mereka menghendaki pengaturan seperti
yang disebut ‘Tata Informasi Baru (New Information Order)’. Disini peran negara
stimulaltor yang netral sangat diperlukan dan bahkan menjadi begitu penting
karena ia bertibdak sebagai gatekeeper yang mengontrol arus komunikasi yang
sering berisi gagasan-gagasan baru.
Negara-negara
maju berpendapat bahwa kebebasan informasi merupakan upaya meningkatkan
kesejahteraan internasional. Namun, negara-negara berkembang menganggap hal itu
sebagai upaya mempengaruhi proses penerapan kebijakan intranegara, jika tidak
merupakan suatu pelanggaran kedaulatan. Inilah yang ditakuti oleh negara-negara
berkembang dan jika mereka tidak mampu membendung arus informasi dari luar
seperti itu, maka tidak mustahil akan timbul kekuatan untuk merebut kekuasaan
atau melahirkan gangguan atau ketidakstabilan.
Dalam perspektif propagandistik bidang komunikasi
internasional lebih ditujukan untuk menanamkan gagasan ke dalam benak
masyarakat negara lain dan dipacu demikian kuat agar mempengaruhi pemikiran,
perasaan, dan tindakan. Tujuan ini mencakup perolehan dan penguatan dukungan
rakyat dan negara sahabat., mempertajam atau mengubah sikap dan cara pandang
terhadap suatu gagasan atau suatu peristiwa atau kebijakan luar negeri
tertentu, pelemahan atau peruntuhan pemerintah asing atau penggagalan kebijakan
serta program nasional negara tidak bersahabat, serta netralisasi atau
penghancuran propaganda tidak bersahabat dari negara atau kelompok lain.
Propaganda memang instrumen yang paling ampuh untuk
memberikan pengaruh. Apabila terdapat kesatuan psikologi dalam komunikasi
internasional, satu opini publik dalam suatu negara yang cocok dengan opini
publik negara lain bisa saja berintegrasi menjadi opini internasional dan
selanjutnya akan merupakan polar yang terpisahkan oleh perbedaan kepentingan
yang berkaitan dengan latar belakang ideologi, sejarah, sosial, dan
faktor-faktor lain dari suatu negara. Banyak aspek dalam
kehidupan internasional mengalami perubahan karena komunikasi internasional
yang dilakukan antarnegara lebih ditujukan untuk mengubah kondisi hubungan yang
menyimpan berbagai ketegangan politik, ekonomi, sosial, dan budaya kearah
persuasi. Selanjutnya, setiap kesempatan selalu terbuka dan media komunikasi
selalu tersedia untuk digunakan dalam menyampaikan pesan, harapan, kehendak,
atau bahkan ancaman. Pada konfrensi pers, pertemuan politik, para pejabat
negara bertukar pandangan dalam urusan domestik dan kepeduliannya tentang
berbagai isu internasional.
Masalah yang menjadi himbauan masyarakat internasional
memang begitu luas, rumit, dan kompleks. Adanya konflik kepentingan antara satu
negara dengan negara lain seharusnya membuat semakin penting arti komunikasi
internasional untuk mempertemukan, atau paling tidak untuk menjembatani konflik
kepentingan tersebut dan memperkuat hubungan internasional yang sudah
terjalin. Negara maju berpendapat bahwa kebebasan informasi merupakan
upaya meningkatkan kesejahteraan internasional. Namun, negara berkembang
menganggap hal itu sebagai upaya mempengaruhi proses penerapan kebijakan
intranegara, jika tidak merupakan suatu pelanggaran kedaulatan. Hal ini menjadi
sangat ditakuti oleh negara berkembang, dan jika arus informasi mampu dibendung
maka tidak mustahil akan timbul kekuatan untuk merebut kekuasaan atau
melahirkan gangguan atau ketidakstabilan.
Selama
ini, propaganda memang diakui merupakan instrumen yang paling ampuh untuk
memberikan pengaruh. Apabila terdapat kesatuan psikologis dalam komunikasi
internasional, satu opini publik dalam suatu negara yang cocok dengan opini
publik negara lain bisa saja berintegrasi menjadi opini internasional dan
selanjutnya akanmerupakan polar yang terpisahkan oleh perbedaan kepentingan
yang berkaitan dengan latar belakang ideologi, sejarah, sosial dan
faktor-faktor lain dari suatu negara.
Lebih
jauh tentang propaganda akan diuraikan singkat pemahaman akan propaganda. Dari
sejarah propganda sebenarnya tidaklah negatif karena istilah ini pertama kali
digunakan oleh Paus Gregorius XV tahun 1622 dan atau oleh Paus Urbanus VIII
tahum 1633 untuk menanamkan suatu badan atau organisasipenyebaran agama
Katolik. Untuk istilah politik mula pertama digunakan oleh Napoleon Bonaparte
dan Mrs. Harriet Beecher Stove adalah orang pertama yang menggunakan istilah
ini di bidang sosial.
Lenin
mengatakan bahwa propaganda adalah mengemukakan banyak pikiran yang menrangkan
masalah khusus. Leonard W. Doob berpendapat bahwa propaganda is a systematic
attempt by a interested individual individual (or individuals) to control the
attitudes of group of individuals through the use of suggestion and
consequently their actions. Sebanarnya banyak pengertian tentang propaganda
minimal kita memahami bahwa propaganda adalah suatu spesialisasi komunikasi
yang bertujuan untuk menanamkan pandangan, sentimen dan atau penilaian atas
dasar sugesti.
Tujuan
propaganda sendiri menurut Herbert Blumer adalah hendak menciptakan keyakinan
dan mendorong diadakannya suatu aksi atas dasar keyakinan itu. Sementara dalam
operasinya ada beberapa syarat :
1.
Dalam rangka menanamkan pandangan atau sikap perlu
upaya untuk menarik perhatian
2. Untuk menarik perhatian
haruslah diberi ‘kerangka yang baik dan mengikat’
3. Harus ada pengulangan
secara terus menerus
4.
Memberikan desakan-desakan yang kukuh
Selanjutnya
adanya objek propaganda yang berbeda yang saling bertentangan atau secara
teknis akan menimbulkan adanya ‘propaganda dan kontra propaganda’, karena itu
maka setiap propagand selalu ditawarkan sebagai suatu grup propaganda yang
ditujukan kepada mass audience. Untuk itu, setiap propaganda selalu ditujukan
kepada out-group dan tidak in-group. Seperti contoh saat perang, Donovan
Pedelty menyebutkan peranan utama propganda dalam perang bukannya hendak
meyakinkan lawan bahwa mereka itu salah, akan tetapi untuk mempertahankan daya
tempur mereka sendiri.
Teori yang
digunakan adalah S-M-C-R-E. Ini menjelaskan adanya sender, message, chanel, receiver, dan effect. Strategi dari teori ini adalah one-way (satu arah) yang menekankan pada E (effect). Kemudian, faktor yang menjadi dominan dari teori ini
adalah sumber memiliki kekuatan secara penuh atas pesan. Dengan demikian, teori
ini sebagai kritik atas teori yang menjelaskan tentang S-M-C-R (Bakti 2004,
39).
Dalam
pandangan globalisasi, arus informasi internasional dianggap sebagai
keniscayaan bukan hanya bagi negara berkembang namun juga bagi seluruh dunia
dalam rangka mencapai pemahaman bersama. Diteorikan bahwa selama ini
konflik-konflik di dunia terjadi karena banyaknya perbedaan pandangan antar
kelompok sesuatu yang akan dapat diatasi bila terjadi komunikasi yang lebih
baik.
Dengan
demikian, kedua kubu pandangan ini melihat dominasi arus informasi oleh
negara-negara maju bukan sebagai hal yang negatif. Bahkan mengingat negara maju
adalah contoh negara yang berhasil dalam peradaban dunia saat ini, dominasi
tersebut nampak sebagai sesuatu yang dibutuhkan bagi negara-negara berkembang.
Berbeda
dengan kelompok teori modernisasi dan globalisasi yang cenderung memandang
gencarnya arus informasi dari negara-negara maju sebagai sesuatu yang
disyaratkan bagi pembangunan Dunia Ketiga dan bermanfaat bagi kesejahteraan
masyarakat dunia, kelompok teori imperialisme memandang arus informasi tersebut
justru sebagai penyebab keterbelakangan negara berkembang dan timbulnya
berbagai konflik alam masyarakat.
Dalam
hal ini, komunikasi dipandang sebagai sarana pendidikan negara berkembang untuk
menjadi bergantung pada negara-negara maju. Proses Eropanisasi atau
Westernisasi yang oleh kubu modernisasi dipandang sebagai hal yang diperlukan
agar masyarakat negara berkembang mengadopsi nilai-nilai yang dibutuhkan untuk
mengikuti jejak negara Barat mencapai kemajuannya, dalam kubu imperialisme
dipandang sebagai hal yang menjadikan masyarakat negara berkembang menjadi
konsumen barang-barang produksi Barat yang sebenarnya tak dibutuhkan sesuai
dengan perkembangan ekonomi mereka. Selain itu, penanaman nilai-nilai yang
tercapai lewat komunikasi internasional itu juga dianggap menjadikan negara
berkembang terutama elitnya senantiasa menganggap benar pola habungan antar
negara maju dan negara berkembang yang sebenarnya bersifat eksploitatif.
Di
luar teori imperialisme, berkembang pula keprihatinan lain yang terkait dengan
visi nasionalistik, yang mempersoalkan perbedaan kontekstualitas budaya antara
masyarakat produsen dan masyarakat konsumen, serta yang terkait dengan
kekhawatiran bahwa negara berkembang menjadi sasaran disinformasi yang
dilakukan negara maju.
Tidak dapat
memandang atau menggunakan salah satu dari keempat pendekatan tersebut. Tidak ada
sebuah prespektif yang memperoleh ‘perlakuan istimewa’ dibandingkan dengan yang
lainnya. Masing-masing pendekatan memiliki kekuatan, kelebihannya
sendiri-sendiri dan tidak dapat terpisahkan, dikarenakan tidak akan hanya
terpaku pada salah satu perspektif saja (Armando 2007, 1.13).
Kemampuan masing-masing
negara akan mempengaruhi perilaku komunikasi internasional satu negara dengan
negara yang lain. Termasuk apakah pengaruh itu dilakukannya sendiri atau
membutuhkan bantuan pihak lain, misalnya dalam bentuk aliansi.
Hal lain yang perlu
dipahami adalah apakah perbedaan kekuatan dan bentuk negara akan berpengaruh
kepada konsep persamaan kedaulatan. Kita bisa melihat kasus perang AS dan
Afghanistan sekarang ini, dimana pengaruh yang dirasakan sangat diskriminatif.
Bahkan untuk Indonesia sekalipun, dalam kasus bantuan untuk militer dan
dukungan serangan AS. Dibuktikan dengan Dubes Gilbart yang mengintervensi
kedaulautan dengan alasan ekonomi.
Komunikasi
internasional sebagai sebuah bidang kajian memfokuskan perhatian pada
keseluruhan proses melalui mana data dan informasi mengalir melalui batas-batas
negara. Subyek yang ditelaah bukanlah sekedar arus itu sendiri, melainkan juga
struktur arus yang terbentuk, aktor-aktor yang terlibat di dalamnya, sarana
yang digunakan, efek yang ditimbulkan, serta motivasi yang mendasarinya.
Pendekatan yang digunakan bersifat makro, dengan aktor-aktor non-individual
sebagai unit analisa, dan dekat dengan wilayah disiplin ilmu hubungan
internasional atau ekonomi politik internasional.
Pendekatan
ini memiliki peranan yang sangat penting dalam memperkuat kesatuan dan
eksistensi sebuah negara. Dalam artian, posisi sebuah negara dalam kancah
internasional sangat ditentukan oleh sejauh mana negara tersebut mampu melakukan
sebuah pendekatan dalam komunikasi internasional dengan baik. Kebesaran suatu bangsa
bergantung kepada kemampuan rakyat, masyarakat umum, dan massa untuk menemukan
simbol dalam orang pilihan, karena orang pilihlah yang mampu membimbing massa.
Elit terdapat lima macam tipe, yaitu: elit kelas menengah, elit dinasti, elit
kolonial, kaum intelek revolusioner dan pemimpin-pemimpin nasional.
Kesimpulan :
Dalam perkembangannya,
terdapat empat pendekatan dominan dalam disiplin komunikasi internasional: idealistic-humanistic,
political proselytization, informasi sebagai kekuatan ekonomi, serta informasi
sebagai kekuatan politik. Masing-masing pendekatan memiliki kekuatan dan
kelebihannya sendiri-sendiri, sehingga mata kuliah ini tak akan menggunakan hanya
salah satu pendekatan tersebut.
Dilihat dari pelakunya,
komunikasi internasional dapat dipandang sebagai terbagi antara official
transaction, yakni kegiatan komunikasi yang dijalankan pemerintah, dan
unofficial transaction (atau disebut juga interaksi transnational), yakni
kegiatan komunikasi yang melibatkan pihak non-pemerintah. Untuk jangka waktu
yang lama, transaksi formal antarpemerintah dianggap paling menentukan. Namun
semakin banyak ditunjukkan bahwa tidak saja transaksi transnasional lebih
intensif dilakukan, namun dampaknya pun bisa lebih menentukan.
Pemerintah, sebagai salah satu pelaku utama
komunikasi internasional, menjalankan sejumlah langkah yang berpengaruh
terhadap posisi negara yang diwakilinya dalam percaturan politik internasional.
Pemerintah dapat menjalankan langkah-langkah yang berefek politik langsung,
seperti: diplomasi dan propaganda; ataupun langkah yang berdampak tidak
langsung, seperti: mempromosikan pendidikan internasional.
Perkembangan komunikasi internasional sendiri selama
sepanjang abad 20 ini dipengaruhi oleh berbagai kondisi sejarah. Pertama,
perang dingin dan perebutan hegemoni ekonomi politik antara Amerika Serikat dan
Uni Soviet, yang baik secara langsung ataupun tidak langsung telah melibatkan
seluruh negara di dunia ini. Dunia menjadi ajang bukan hanya pertarungan
politik, melainkan juga pertarungan informasi. Kedua, bangkitnya negara-negara
baru/berkembang yang bisa diindikasikan dengan lahirnya berbagai gerakan
solidaritas, yang dalam wilayah komunikasi diwakili dengan lahirnya gerakan
tata informasi dunia baru. Ketiga, terbentuknya sistem ekonomi dunia ke arah
globalisasi, yang mendorong berlangsungnya komunikasi antarnegara untuk
mendukung kepentingan ekonomi. Terakhir, adalah perkembangan teknologi
komunikasi yang kendatipun mempercepat pengaliran arus informasi, namun juga
dikhawatirkan memperlebar jurang ekonomi antara negara maju dan negara
berkembang.
Peristiwa komunikasi
internasional dapat dilandasi oleh motivasi yang berbeda-beda, dan dapat
dilihat dari berbagai cara pandang yang berbeda-beda pula. Dalam
melakukan kebijakan/aktifitas komunikasi internasional, baik dalam perspektif
propagandistik, kulturalistik, jurnalistik, bisnis, maupun diplomatik, sebuah
negara harus benar-benar mempertimbangkan segala aspek kemungkinan-kemungkinan
yang akan terjadi. Baik yang dilakukan melalui jalur diplomasi maupun hubungan
bilateral, ataupun sebagainya.
Komunikasi internasional sangat diperlu dewasa ini,
dikarenakan globalisasi informasi dan arus informasi yang tidak seimbang,
sehingga sangat memungkinkan terjadinya konflik antar negara, oleh karena itu
denga terjalinnya komunikasi internasional yang baik diharapkan terjadinya
pertukaran informasi yang kondusif, sehingga meminimalisir terjadinya konflik
antar negara.
Dalam komunikasi
internasional kecenderungan interaksi lebih dipengaruhi oleh kebijaksanaan
negara dalam memenuhi kepentingan negara tersebut. Bahkan wujud komunikasi
antar bangsa lebih memicu kepada hubungan politik yang dikembangkan ke hubungan
bidang-bidang lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar