BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Dalam filsafat modern dikenal
beberapa aliran-aliran diantaranya aliran rekontrusionisme di zaman modern ini
banyak menimbulkan krisis di berbagai bidang kehidupan manusia terutama dalam
bidang pendidikan dimana keadaan sekarang merupakan zaman yang mempunyai
kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan dan kesimpangsiuran.
Untuk mengatasi krisis kehidupan
modern tersebut aliran rekonstrusionisme menempuhnya dengan jalan berupaya
membina konsensus yang paling luas dan mengenai tujuan pokok dan tertinggi
dalam kehidupan umat manusia.
Oleh karena itu pada aliran
rekonstruksionisme ini, peradaban manusia masa depan sangat di tekankan. di
samping itu aliran rekonstruksionisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan
masalah, berfikir kritis dan sebagainya.
B. Rumusan
masalah
Dalam makalah
ini saya akan membahas tentang:
1. Latar belakang lahirnya aliran
rekonstruksionisme
2. Asal aliran rekonstruksionisme
3. Pandangan
rekonstruskionisme dan penerapannya dibidang pendidikan.
4. Teori pendidikan rekonstruksionisme
5. Tokoh-tokoh rekonstruksionisme
6.
Kurikulum
menurut aliran rekonstruksionisme
7. Pengaruh Rekonstruksionisme Terhadap Kehidupan Manusia
8.
Pokok-Pokok Konsep Rekonstruksionisme
C. Tujuan
penulisan makalah
Makalah ini
ditulis bertujuan untuk :
1. Agar kita bisa
mengetahui latar belakang lahirnya rekonstruksionisme
2. Mengetahui dan penerapannya dibidang
pendidikan
3. Mengetahui teori-teori pendidikan
rekonstruksionisme
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar
belakang Aliran rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme berasal dari
bahasa inggris Reconstruct yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks
filsafat pendidikan aliran rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang berusaha
merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang
bercorak modern.
Pada dasarnya aliran
rekonstruksionisme sepaham dengan aliran perenialisme bahwa ada kebutuhan anam
mendesak untuk kejelasan dan kepastian bagi kebudayaan zaman modern sekarang
(hendak menyatakan krisis kebudayaan modern), yang sekarang mengalami
ketakutan, kebimbangan dan kebingungan. Tetapi aliran rekonstruksionisme tidak
sependapat dengan cara dan jalan pemencahan yang ditempuh filsafat
perenialisme. Aliran perenialisem memilih jalan kembali ke alam kebudayaan abad
pertengahan. Sementara itu alliran rekonstruksionisme berusaha membina suatu
konsensus yang paling luas dan paling mungkin tentang tujuan utama dan
tertinggi dalam kehidupan manusia.
Untuk mencapai tujuan tersebut,
rekonstruksionisme berusaha mencari kepepakatan semua orang mengenai tujuan
utama yang dapat mengatur tata kehidup manusia dalam suatu tatanan baru seluruh
lingkungannya, maka melalui lembagai dan proses pendidikan. Rekonstruksionisme
ingin merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan
yang sama sekali baru.
Rekonstruksionisme merupakan
kelanjutan dari gerakan progresivme, gerakan ini lahir didasari atas suatu
anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan
masalah-masalah masyarakat yang ada pada saat sekarang ini.
Rekonstrusionisme di pelopori oleh
George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930 yang ingin membangun masyarakat
baru, masyrakat yang pantas dan adil.tokoh- tokoh aliran rekonstruksionisme
yaitu Caroline pratt, George count, dan Harold rugg.
Progresifisme yang dilandasi
pemikiran Dewey dikembangkan oleh Kilpatrick dan Jhon Child, juga mendorong
pendidikan agar lebih sadar terhadap tanggung jawab sosial. Namun mereka tidak
sepakat dengan Count dan rugg bahwa sekolah harus melakukan perbaikan
masyarakat yang spesifik. Kaum progresif lebih suka menekankan tujuan umum
pertumbuhan masyarakat melalui pendidikan . aliran ini berpendapat bahwa
sekolah harus mendominasi atau mengarahkan perubahan (rekonstruksi) pada
tatanan sosial saat ini.
Usaha rekonstruksionisme sosial yang
diupayakan Brammeld didasarkan atas suatu asumsi bahwa kita telah beralih dari
masyarakat agraris pedesaan kemasyarakat urban yang berteknologi tinggi namun
masih terdapat suatu kelambatan budaya yang serius yaitu dalam kemampuan
manusia menyesuaikan diri terhadap masyarakat teknologi. Hal tersebut sesuai
dengan pandangan Count bahwa apa yang diperlukan pada masyarakat yang memiliki
perkembangan teknologi yang cepat adalah rekonstruksi masyarakat dan
pembentukan serta perubahan tata dunia baru.
Arah perubahan paradigma pendidikan dari paradigma
lama ke paradigma baru, terdapat berbagai aspek mendasar dari upaya perubahan
tersebut, yaitu, Pertama, paradigma lama terlihat
upaya pendidikan lebih cenderung pada : sentralistik, kebijakan lebih
bersifat top down,orientasi pengembangan pendidikan lebih bersifat
parsial, karena pendidikan didisain untuk sektor pertumbuhan ekonomi,
stabilitas politik dan keamanan, serta teknologi perakitan. Peran pemerintah
sangat dominan dalam kebijakan pendidikan, dan lemahnya peran institusi
pendidikan dan institusi non-sekolah. Kedua, paradigma baru, orientasi
pendidikan pada: disentralistik, kebijakan pendidikan bersifat
bottom up, orientasi pengembangan pendidikan lebih bersifat holistik;
artinya pendidikan ditekankan pada pengembangan kesadaran untuk bersatu dalam
kemajemukan budaya, kemajemukan berpikir, menjunjung tinggi nilai moral,
kemanusiaan dan agama, kesadaran kreatif, produktif, dan kesadaran hukum.
Meningkatnya peran serta masyarakat secara kualitatif dan kuantitatif dalam
upaya pengembangan pendidikan, pemberdayaan institusi.
Masyarakat,
seperti keluarga, LSM, pesantren, dunia usaha,
lembaga-lembaga kerja, dan pelatihan, dalam upaya pengelolaan dan
pengembangan pendidikan, yang diorientasikan kepada terbentuknya masyarakat
madani Indonesia.
Berdasarkan
pandangan ini, pendidikan Islam sudah harus diupayakan untuk
mengalihkan paradigma yang berorientasi ke masa lalu (abad pertengahan) ke
paradigma yang berorientasi ke masa depan, yaitu mengalihkan dari paradigm
pendidikan yang hanya mengawetkan kemajuan, ke paradigma pendidikan yang
merintis kemajuan. Mengalihkan paradigma dari yang berwatak feodal ke
paradigma pendidikan yang berjiwa demokratis.
Mengalihkan paradigma dari pendidikan sentralisasi ke paradigma
pendidikan desentralisasi, sehingga menjadi pendidikan Islam yang kaya dalam
keberagaman, dengan titik berat pada peran masyarakat dan peserta didik. Dalam
proses pendidikan, perlu dilakukan “kesetaraan perlakuan sektor
pendidikan dengan sektor lain, pendidikan berorientasi rekonstruksi
sosial, pendidikan dalam rangka pemberdayaan umat dan bangsa,
pemberdayaan infrastruktur sosial untuk kemajuan pendidikan Islam.
Pembentukan kemandirian dan keberdayaan untuk mencapai keunggulan,
penciptaan iklim yang kondusif untuk tumbuhnya toleransi dan konsensus dalam
kemajemukan. Dari pandangan ini, berarti diperlukan perencanaan terpadu
secara horizontal (antarsektor) dan vertikal (antar jenjang – bottom-up
dan top-down planning), pendidikan harus berorientasi pada peserta didik
dan pendidikan harus bersifat multikultural serta pendidikan dengan perspektif
global”
B. Asal
aliran rekonstruksionisme.
Rekonstruksionisme merupakan
kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasarkan atas suatu
anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan
masalah-masalah masyarakat yang ada sekarang.
C. Pandangan rekonstruksionisme dan
penerapannya di bidang pendidikan
Aliran
rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamat dunia merupakan tugas
semua umat manusia atau bangsa. Oleh karena itu pembinaan kembali daya
intelektual dan spiritual yang sehat akan membina kembali manusia melalui
pendidikan yang tepat atas nilai dan norma yang benar demi generasi sekarang
dan generasi yang akan datang sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan
umat manusia.
Aliran ini
memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia yang
diatur, diperintah oleh rakyat secara demokratis dan bukan dunia yang dikuasasi
oleh golongan tertentu. sila-sila demokrasi yang sungguh bukan hanya teori
tetapi mesti menjadi kenyataan sehingga dapat diwujudkan suatu dunia dengan
potensi-potensi teknologi, mampu meningkatkan kualitas kesehatan, kesejahteraan
dan kemakmuran serta keamanan masyarakat tanpa membedakan warna kulit,
keturuanan, nasionalisme, agama (kepercayaan) dan masyarakat bersangkutan.
George counts
sebagai pelopor rekonstruksionisme dalam publikasinya Dare the school build
a new sosial order mengemukakan bahwa sekolah akan
betul- betul berperan apabila sekolah menjadi pusat bangunan
masyarakat baru secara keseluruhan, dan kesukuan (rasialisme). masyarakat yang
menderita kesulitan ekonomi dan masalah-masalah sosial yang besar merupakan
tantangan bagi pendidikan untuk menjalankan perannya sebagai agen pembaharu dan
rekonstruksi sosial dari pada pendidikan hanya mempertahankan status qua dengan
ketidaksamaan-ketidaksamaan dan masalah-masalah yang terpendam di dalamnya.
Sekolah harus
bersatu dengan kekuatan buruh progresif, wanita, para petani, dan kelompok
minoritas untuk mengadakan perubahan-perubahan yang diperlukan. Counts
mengkritik pendidikan progresif telah gagal menghasilkan teori kesejahteraan
sosial dan mengatakan sekolah dengan pendekatan child centered tidak cocok
untuk menentukan pengetahuan dan skill sesuai dalam abad dua puluh.
Pada
prinsipnya, aliran rekonstruksionisme memandang alam metafisika merujuk
dualisme, aliran ini berpendirian bahwa alam nyata ini mengandung dua macam
bakikat sebagai asal sumber yakni hakikat materi dan bakikat rohani. Kedua
macam hakikat itu memiliki ciri yang bebas dan berdiri sendiri, sarna azali dan
abadi, dan hubungan keduanya menciptakan suatu kehidupan dalam alam. Descartes,
seorang tokohnya pernah menyatakan bahwa umumnya manusia tidak sulit menerima
atas prinsip dualisme ini, yang menunjukkan bahwa kenyataan lahir dapat segera
ditangkap oleh panca indera manusia, semen tara itu kenyataan bathin segera
diakui dengan adanya akal dan petasaan hidup. Di balik gerak realita
sesungguhnya terdapatlah kausalitas sebagai pendorongnya dan merupakan penyebab
utama atas kausa prima. Kausa prima, dalam konteks ini, ialah Tuhan sebagai
penggerak sesuatu tanpa gerak. Tuhan adalah aktualitas murni yang sarna sekali
sunyi dan substansi.
Alam
pikiran yang demikian bertolak hukum-hukum dalam filsafat itu sendiri tanpa
bergantung padii ilmt pengetahuan. Namun demikian, meskipun filsafat dan ilmu
berkembang ke arah yang lebih sempurna, tetap disetujui bahwa kedudukan
filsafal lebih tinggi dibandingkan ilmu pengetahuan.
Aliran
rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama
dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Aliran
rekonstruksionisme, pada prinsipnya, sepaham dengan aliran perenialisme, yaitu
hendak menyatakan krisis kebudayaan modern. Kedua aliran tersebut, aliran
rekonstruksionisme dan perenialisme, memandang bahwa keadaan sekarang merupakan
zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan dan
kesimpangsiuran
Proses
dan lembaga pendidikan dalam pandangan rekonstruksionisme perlu merombak tata
susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang baru, untuk
mencapai tujuan utama tersebut memerlukan kerjasama antar ummat manusia.
C. Teori
Pendidikan Rekonstruksionisme
a. Tujuan Pendidikan
1.
Sekolah-sekolah rekonstruksionis berfungsi sebagai lembaga utama untuk
melakukan perubahan sosial, ekonomi dan politik dalam masyarakat.
2. Tugas
sekolah-sekolah rekonstruksionis adalah mengembangkan ”insinyur-insinyur”
sosial, warga-warga negara yang mempunyai tujuan mengubah secara radikal wajah
masyarakat masa kini.
3. Tujuan
pendidikan rekonstruksionis adalah membangkitkan kesadaran para peserta didik
tentang masalah sosial, ekonomi dan politik yang dihadapi umat manusia dalam
skala global, dan mengajarkan kepada mereka keterampilan-keterampilan yang
diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut.
b. Metode
pendidikan
Analisis kritis
terhadap kerusakan-kerusakan masyarakat dan kebutuhan-kebutuhan programatik
untuk perbaikan. Dengan demikian menggunakan metode pemecahan masalah, analisis
kebutuhan, dan penyusunan program aksi perbaikan masyarakat.
c. Kurikulum
Kurikulum
berisi mata-mata pelajaran yang berorientasi pada kebutuhan-kebutuhan
masyarakat masa depan.
Kurikulum
banyak berisi masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik yang dihadapi umat
manusi, yang termasuk di dalamnya masalah-masalah pribadi para peserta didik
sendiri; dan program-program perbaikan yang ditentukan secara ilmiah untuk aksi
kolektif.
Struktur
organisasi kurikulum terbentuk dari cabang-cabang ilmu sosial dan proses-proses
penyelidikan ilmiah sebagai metode pemecahan masalah.
d. Pelajar
Siswa adalah
generasi muda yang sedang tumbuh menjadi manusia pembangun masyarakat masa
depan, dan perlu berlatih keras untuk menjadi insinyur-insinyur sosial yang
diperlukan untuk membangun masyarakat masa depan.
e. Pengajar
Guru harus
membuat para peserta didik menyadari masalah-masalah yang dihadapi umat
manusia, mambatu mereka merasa mengenali masalah-masalah tersebut sehingga
mereka merasa terikat untuk memecahkannya.
Guru harus
terampil dalam membantu peserta didik menghadapi kontroversi dan perubahan.
Guru harus menumbuhkan berpikir berbeda-beda sebaga suatu cara untuk
menciptakan alternatif-alternatif pemecahan masalah yang menjanjikan keberhasilannya.
Menurut Brameld
(kneller,1971) teori pendidikan rekonstruksionisme ada 5 yaitu:
a. Pendidikan
harus di laksanakan di sini dan sekarang dalam rangka menciptakan tata sosial
baru yang akan mengisi nilai-nilai dasar budaya kita, dan selaras dengan yang
mendasari kekuatan-kekuatan ekonomi, dan sosial masyarakat modern.
b. Masyarakat
baru harus berada dalam kehidupan demokrasi sejati dimana sumber dan lembaga
utama dalam masyarakat dikontrol oleh warganya sendiri.
c. anak, sekolah, dan pendidikan itu
sendiri dikondisikan oleh kekuatan budaya dan sosial.
d. Guru harus menyakini terhadap
validitas dan urgensi dirinnya dengan cara bijaksana dengan cara memperhatikan
prosedur yang demokratis
e. Cara dan tujuan pendidikan harus
diubah kembali seluruhnya dengan tujuan untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan
yang berkaitan dengan krisis budaya dewasa ini, dan untuk menyesuaikan
kebutuhan dengan sains sosial yang mendorong kita untuk menemukan nilali-nilai
dimana manusia percaya atau tidak bahwa nilai-nilai itu bersifat universal.
f. meninjau kembali penyusunan
kurikulum, isi pelajaran, metode yang dipakai, struktur administrasi, dan cara
bagaimana guru dilatih.
Kerangka
acuan pemikiran dalam penataan dan pengembangan sistem pendidikan Islam menuju
masyarakat madani Indonesia, harus mampu mengakomodasikan berbagai pandangan
secara selektif sehingga terdapat keterpaduan dalam konsep, yaitu :
Pertama, pendidikan harus membangun prinsip
kesetaraan antara sektor pendidikan dengan sektor-sektor lain. Sistem
pendidikan harus senantiasa bersama-sama dengan sistem lain untuk mewujudkan
cita-cita masyarakat madani Indonesia. Pendidikan bukan merupakan sesuatu yang
eksklusif dan terpisah dari masyarakat dan sistem sosialnya, tetapi pendidikan
sebagai suatu sistem terbuka dan senantiasa berinteraksi dengan masyarakat dan
lingkungannya. Kedua, pendidikan merupakan wahana pemberdayaan
masyarakat dengan mengutamakan penciptaan dan pemeliharaan sumber yang
berpengaruh, seperti keluarga, sekolah, media massa, dan dunia usaha. Ketiga,
prinsip pemberdayaan masyarakat dengan segenap institusi sosial yang ada di
dalamnya, terutama institusi yang dilekatkan dengan fungsi mendidik generasi
penerus bangsa. Seperti pesantren, keluarga, dan berbagai wadah organisasi
pemuda, diberdayakan untuk dapat mengembangkan fungsi pendidikan dengan baik
serta menjadi bagian yang terpadu dari pendidikan. Keempat,
prinsip kemandirian dalam pendidikan dan prinsip pemerataan menurut warga
negara secara individual maupun kolektif untuk memiliki kemampuan bersaing dan
sekaligus kemampuan bekerja sama. Kelima, dalam kondisi
masyarakat pluralistik diperlukan prinsip toleransi dan konsensus. Untuk itu,
pendidikan sebagai wahana pemberdayaan masyarakat dengan mengutamakan
penciptaan dan pemeliharaan sumber-sumber tersebut secara dinamik.
Keenam, prinsip perencanaan pendidikan. Pendidikan selalu dituntut
untuk cepat tanggap atas perubahan yang terjadi dan melakukan upaya yang tepat
secara normatif sesuai dengan cita-cita masyarakat madani Indonesia.
Maka, pendidikan selalu bersifat progresif tidak resisten terhadap
perubahan, sehingga mampu mengendalikan dan mengantisipasi arah perubahan. Ketujuh,
prinsip rekonstruksionis, bahwa kondisi masyarakat selalu menghendaki perubahan
mendasar. Maka pendidikan harus mampu menghasilkan produk-produk yang
dibutuhkan oleh perubahan tersebut. Paham rekonstruksionis mengkritik pandangan
pragmatis sebagai suatu pandangan yang cocok untuk kondisi yang relatif stabil.
Pendekatan pemecahan masalah bersifat lebih berorientasi masa kini, sedangkan
pendekatan rekonstruksionis lebih berorientasi masa depan dengan tetap berpijak
pada kondisi sekarang. Kedelapan, prinsip pendidikan
berorientasi pada peserta didik. Dalam memberikan pelayanan pendidikan,
sifat-sifat peserta didik yang umum maupun yang spesifik harus menjadi
pertimbangan. Layanan pendidikan untuk kelompok usia anak berbeda dengan remaja
dan dewasa, termasuk perbedaan pelayanan bagi kelompok anak-anak berkelainan
fisik dan mental termasuk pendekatan pendidikan bagi anak-anak di daerah
terpencil tidak dapat disamakan dengan anak-anak di perkotaan.
Kesembilan, prinsip pendidikan multikultural. Sistem pendidikan harus memahami
bahwa masyarakat yang dilayaninya bersifat plural, sehingga pluralisme harus
menjadi acuan dalam mengembangkan pendidikan dan pendidikan dapat
mendayagunakan perbedaan tersebut sebagai sumber dinamika yang bersifat posetif
dan konstruktif. Kesepuluh, pendidikan dengan prinsip global, artinya
pendidikan harus berperan dan harus menyiapkan peserta didik dalam konstelasi
masyarakat global[10].
Upaya
membangun pendidikan Islam berwawasan global bukan persoalan mudah,
karena pada waktu bersamaan pendidikan Islam harus memiliki kewajiban
untuk melestarikan, menamkan nilai-nilai ajaran Islam dan dipihak lain berusaha
untuk menanamkan karakter budaya nasional Indonesia dan budaya global. Tetapi,
upaya untuk membangun pendidikan Islam yang berwawasan global dapat
dilaksanakan dengan langkah-langkah yang terencana dan
strategis. Misalnya saja, bangsa Jepang tetap merupakan satu
contoh bangsa yang mengglobal dengan tanpa kehilangan karakternya sebagai suatu
bangsa
yang maju dengan tetap kental dengan nilai-nilai tradisi dan nilai-nilai
relegius. Dengan contoh bangsa Jepang, maka pembinaan dan
pembentukan nilai-nilai Islam tetap relevan, bahkan tetap dibutuhkan dan harus
dilakukan sebagai “kapital spritual” untuk masyarakat dan bangsa
Indonesia dalam menghadapi tantangan global menuju masyarakat madani
Indonesia. Dari pandangan ini, tergambar bahwa peran pendidikan sangatlah
senteral dalam kehidupan masyarakat yang senantiasa mengalami penggeseran, sementara
“sistem sosial, politik, dan ekonomi bangsa selalu menjadi penentu dalam
penetapan dan pengembangan peran pendidikan”
Selanjutnya,
terjadi perubahan paradigma pendidikan juga sebagai akibat dari
“percepatan aliran ilmu pengetahuan yang akan menantang sistem pendidikan
konvensional yang antara lain sumber ilmu pengetahuan tidak lagi terpusat pada
lembaga pendidikan formal (SD,SMP,SMU,PT) yang konvensional. Sumber ilmu
pengetahuan akan tersebar dimana-mana dan setiap orang akan dengan mudah memperoleh
pengetahuan tanpa kesulitan. Paradigma ini dikenal sebagai distributed
intelligence (distributed knowledge)”. Kondisi ini, akan
berpengaruh pada fungsi tenaga pendidik (guru dan dosen) dan lembaga
pendidikan “akhirnya beralih dari sebuah sumber ilmu pengetahuan menjadi
“mediator” dari ilmu pengetahuan tersebut. Proses long life learning
dalam dunia pendidikan informal yang sifatnya lebih learning based dari pada
teaching based akan menjadi kunci perkembangan sumber daya manusia.
Dengan
demikian, pendidikan Islam harus mulai berbenah diri dengan menyusun strategi
untuk dapat menyongsong dan dapat menjawab tantangan perubahan tersebut,
apabila tidak maka pendidikan Islam akan tertinggal dalam persaingan global.
Maka dalam menyusun strategi untuk menjawab tantangan perubahan
tersebut, paling tidak harus memperhatikan beberapa cirri, yaitu:
(a) Pendidikan Islam diupayakan lebih diorientasikan atau “lebih menekankan
pada upaya proses pembelajaran (learning) daripada mengajar (teaching)”.(b)
Pendidikan Islam dapat “diorganisir dalam suatu struktur yang lebih bersifat
fleksibel”. (c) Pendidikan Islam dapat “memperlakukan peserta didik sebagai
individu yang memiliki karakteristik khusus dan mandiri”, dan (d) Pendidikan
Islam, “merupakan proses yang berkesinambungan dan senantiasa berinteraksi
dengan lingkungan”. Keempat ciri ini, dapat disebut dengan
paradigma pendidikan sistematik-organik yang “menuntut pendidikan
bersifat double tracks, artinya pendidikan sebagai suatu proses yang tidak
dapat dilepaskan dari perkembangan dan dinamika masyarakat”.
Pandangan
aliran filsafat pendidikan rekonstruksionisme terhadap pendidikan yaitu pertama
kita harus mengetahui pengertian dari filsafat. Yang mana filsafat merupakan
induk dari segala ilmu yang mencakup ilmu-ilmu khusus. Bahwa filsafat adalah
keterangan rasional tentang sesuatu yang merupakan prinsip umum yang
kenyataannya dapat dijelaskan dengan membedakan pengetahuan rasional dan
pengetahuan empiris (sains).
Filsafat
bagi pendidikan adalah teori umum sehingga dapat menjadi pilar bagi bangunan
dunia pendidikan yang berusaha memberdayakan setiap pribadi warga negara untuk
mengisi format kebudayaan bangsa yang didinginkan dan diwariskan. Aliran
rekonstruksionisme adalah sepaham dengan aliran perenialisme dalam tindakan
mengatasi krisis kehidupan modern.
Kemudian
aliran ini memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu
dunia yang diatur, diperintah oleh rakyat secara demokratis dan bukan dunia
yang dikuasai oleh golongan tertentu. Sila-sila demokrasi yang sungguh bukan
hanya teori tetapi mesti menjadi kenyataan, sehingga dapat diwujudkan suatu
dunia dengan potensi-potensi teknologi, mampu meningkatkan kualitas kesehatan,
kesejahteraan dan kemakmuran serta keamanan masyarakat tanpa membedakan warna
kulit, keturunan, nasionalisme, agama (kepercayaan) dan masyarakat
bersangkutan.
Pada
prinsipnya, aliran rekonstruksionisme memandang alam metafisika merujuk
dualisme, aliran ini berpendirian bahwa alam nyata ini mengandung dua macam
hakikat sebagai asal sumber yakni hakikat materi dan hakikat rohani. Kedua
macam hakikat itu memiliki ciri yang bebas dan berdiri sendiri, sarna dengan
azali dan abadi, dan hubungan keduanya menciptakan suatu kehidupan dalam alam.
Descartes, seorang tokohnya pernah menyatakan
bahwa umumnya manusia tidak sulit menerima atas prinsip dualisme ini, yang
menunjukkan bahwa kenyataan lahir dapat segera ditangkap oleh panca indera
manusia, sementara itu kenyataan bathin segera diakui dengan adanya akal dan
petasaan hidup. Di balik gerak realita sesungguhnya terdapatlah kausalitas
sebagai pendorongnya dan merupakan penyebab utama atas kausa prima. Kausa
prima, dalam konteks ini, ialah Tuhan sebagai penggerak sesuatu tanpa gerak.
Tuhan adalah aktualitas murni yang sama sekali sunyi dan subtansi.
Alam
pikiran yang demikian bertolak hukum-hukum dalam filsafat itu sendiri tanpa
bergantung padii ilmt pengetahuan. Namun demikian, meskipun filsafat dan ilmu
berkembang ke arah yang lebih sempurna, tetap disetujui bahwa kedudukan
filsafal lebih tinggi dibandingkan ilmu pendidikan. Yangmana pendidikan sebagai
alat untuk memproses dan merekonstruksi kebudayaan baru haruslah dapat
menciptakan situasi yang edukatif yang pada akhimya akan dapat memberikan warna
dan corak dari output (keluaran) yang dihasilkan sehingga keluaran yang
dihasilkan (anak didik).
Aliran
rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamat dunia merupakan tugas
semua umat manusia atau bangsa. Oleh karena itu pembinaan kembali daya
intelektual dan spiritual yang sehat akan membina kembali manusia melalui
pendidikan yang tepat atas nilai dan norma yang benar demi generasi sekarang
dan generasi yang akan datang sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan
umat manusia.
Aliran
ini memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia yang
diatur, diperintah oleh rakyat secara demokratis dan bukan dunia yang dikuasasi
oleh golongan tertentu. sila-sila demokrasi yang sungguh bukan hanya teori
tetapi mesti menjadi kenyataan sehingga dapat diwujudkan suatu dunia dengan
potensi-potensi teknologi, mampu meningkatkan kualitas kesehatan, kesejahteraan
dan kemakmuran serta keamanan masyarakat tanpa membedakan warna kulit,
keturuanan, nasionalisme, agama (kepercayaan) dan masyarakat bersangkutan.
George
counts sebagai pelopor rekonstruksionisme dalam publikasinya Dare the
school build a new sosial order mengemukakan bahwa
sekolah akan betul- betul berperan
apabila sekolah menjadi pusat bangunan masyarakat baru secara
keseluruhan, dan kesukuan (rasialisme). masyarakat yang menderita kesulitan
ekonomi dan masalah-masalah sosial yang besar merupakan tantangan bagi
pendidikan untuk menjalankan perannya sebagai agen pembaharu dan rekonstruksi
sosial dari pada pendidikan hanya mempertahankan status qua dengan
ketidaksamaan-ketidaksamaan dan masalah-masalah yang terpendam di dalamnya.
Sekolah
harus bersatu dengan kekuatan buruh progresif, wanita, para petani, dan
kelompok minoritas untuk mengadakan perubahan-perubahan yang diperlukan. Counts
mengkritik pendidikan progresif telah gagal menghasilkan teori kesejahteraan
sosial dan mengatakan sekolah dengan pendekatan child centered tidak cocok
untuk menentukan pengetahuan dan skill sesuai dalam abad dua puluh.
D. Pandangan dan Sikap Saya tentang Aliran
Rekonstruksionisme
1.
Pandangan secara
Ontologi
Dengan ontologi, dapat diterangkan tentang bagaimana
hakikat dari segala sesuatu. Aliran rekonstruksionisme memandang bahwa realita
itu bersifat universal, yang mana realita itu ada di mana dan sama di setiap
tempat. Untuk mengerti suatu realita beranjak dari suatu yang konkrit dan
menuju kearah yang khusus menam pakkan diri dalam perwujudan sebagaimana yang
kita lihat dihadapan kita dan ditangkap oleh panca indra manusia seperti bewan
dan tumbuhan atau benda lain disekeiling kita, dan realita yang kita ketahui
dan kita badapi tidak terlepas dari suatu sistem, selain substansi yang
dipunnyai dan tiap-tiap benda tersebut, dan dapat dipilih melalui akal pikiran.
Kemudian, tiap realita sebagai substansi selalu cenderung bergerak dan
berkembang dari potensialitas menuju aktualitas (teknologi). Dengan demikian
gerakan tersebut mencakup tujuan dan terarah guna mencapai tujuan masing-masing
dengan caranya sendiri dan diakui bahwa tiap realita memiliki perspektif
tersendiri.
2.
Pandangan Ontologis
Dalam proses interaksi sesama manusia, diperlukan
nilai-nilai. Begitu juga halnya dalam hubungan manusia dengan sesamanya dan
alam semesta tidak mungkin melakukan sikap netral, akan tetapi manusia sadar
ataupun tidak sadar telah melakukan proses penilaian, yang merupakan
kecenderungan man usia. Tetapi, secara umum ruang lingkup (scope) ten tang
pengertian “nilai” tidak terbatas. Aliran rekonstruksionisme memandang masalah
nilai berdasarkan azas-azas supernatural yakni menerima nilai natural yang
universal, yang abadi berdasarkan prinsip nilai teologis. Hakikat manusia
adalah emanasi (pancaran) yang potensial yang berasaldari dan dipimpin oleh
Tuhan dan atas dasar inilah tinjauan tentang kebenaran dan keburukan dapat
diketahuinya. Kemudian, manusia sebagai subyek telah memiliki potensi-potensi
kebaikan dan keburukan sesuai dengan kodratnya. Kebaikan itu akan tetap tinggi
nilainya bila tidak dikuasai oleh hawa nafsu belaka, karena itu akal mempunyai
peran untuk memberi penentuan. Neo-Thomisme memandang bahwa etika, estetika dan
politik sebagai cabang dari filsafat praktis, dalam pengertian tetap
berhubungan dan berdasarkan pad a prinsip-prinsip dari praktek-praktek dalam
tindakan-tindakan moral, kreasi estetika dan organisasi politik. Karenanya,
dalam arti teologis manusia perlu mencapai kebaikan tertinggi, yakni bersatu
dengan Tuhan, kemudian berpikir rasional. Dalam kaitannya dengan estetika
(keindahan), hakikat sesungguhnya ialah Tuhan sendiri. Keindahan yang maujud
itu hanyalah keindahan khusus, pancaran un sur keindahan universal yang abadi,
maha indah dan Tuhan. Aristoteles memandang bahwa kebajikan dibedakan menjadi
dua macam, yakni kebajikan intelektual dan kebajikan moral, kebajikan moral
merupakan suatu kebajikan berdasarkan pembiasaan dan merupakan dasar dari kebajikan
intelektual. Dari gerakan intelektualitas pada abad pertengahan yang mencapai
kristalisasi pada abad IX-XIV, memberikan argumentasi rasio tentang eksistensi
Tuhan. Alselpus, seorang tokoh utama scholastik, menyatakan bahwa secara kritis
realita semesta dapat dipahami dan tidak ada sesuatu di alam nyata ini diluar
kekuasaan Tuhan karena semua itu sebagai perwujudan dari kesempurnaannya. Dalam
perkembangan selanjutnya, penafsiran yang demikian didukung oleh Thomas Aquinas
yang inti pembicaraannya untuk mengetahui realita yang ada yang hams
berdasarkan iman dan perkembangan rasional hanya dapat dijawab dan mesti
diikuti dengan iman.
3.
Pandangan Epistemologis
Kajian
epsitemologis aliran ini lebih merujuk pada pendapat aliran pragmatisme
(progressive) dan perenialisme. Berpijak dari pola pemikiran bahwa untuk
memahami realita alam nyata memerlukan suatu azas tahu dalam arti bahwa tidak
mungkin memahami realita ini tanpa melalui proses pengalaman dan hubungan
dengan realita terlebih dahulu melalui penemuan suatu pintu gerbang ilmu
pengetahuan. Karenanya, baik akal maupun rasio sama-sama berfungsi membentuk
pengetahun, dan akal di bawa oleh panca indera menjadi pengetahuan dalam yang
sesungguhnya. Aliran ini juga berpendapat bahwa dasar dari suatu kebenaran dapat
dibuktikan dengan self evidence, yakni bukti yang ada pada diri sendiri,
realita dan eksistensinya. Pemahamannya bahwa pengetahuan yang benar buktinya
ada di dalam pengetahuan ilmu itu sendiri. Sebagai ilustrasi, adanya Tuhan
tidak perlu dibuktikan dengan bukti-bukti lain atas eksistensi Tuhan (self
evidence). Kajian tentang kebenaran itu diperlukan suatu pemikiran, metode yang
diperlukan guna menuntun agar sampai kepada pemikiran yang hakiki.
Penalaran-penalaran memiliki hukum-hukum tersendiri agar dijadikan pegangan ke
arah penemuan definisi atau pengertian yang logis. Ajaran yang dijadikan
pedoman berasal dari Aristoteles yang membicarakan dua hal pokok, yakni pikiran
(ratio) dan bukti (evidence), dengan jalan pernikirannya adalah silogisme.
Silogisme menunjukkan hubungan logis antara premis mayor, premis minor dan
kesimpulan (condusion), dengan memakai cara pengambilan kesimpulan deduktif dan
induktif.
E. Tokoh-tokoh Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme
dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun
masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil. Beberapa tokoh dalam aliran
ini: Caroline Pratt, George Count, Harold Rugg. Pandangan Rekonstruksionisme
dan Penerapannya di Bidang Pendidikan Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan
bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas semua umat manusia atau bangsa.
Karenanya pembinaan kembali daya inetelektual dan spiritual yang sehat akan
membina kembali manusia melalui pendidikan yang tepat atas nilai dan norma yang
benar pula demi generasi sekarang dan generasi yang akan datang, sehingga
terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia. Kemudian aliran ini
memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu dunia yang
diatur, diperintah oleh rakyat secara demokratis dan bukan dunia yang dikuasai
oleh golongan tertentu. Sila-sila demokrasi yang sungguh bukan hanya leori
tetapi mesti menjadi kenyataan, sehingga dapat diwujudkan suatu dunia dengan
potensi-potensi teknologi, mampu meningkatkan kualitas kesehatan, kesejahteraan
dan kemakmuran serta keamanan masyarakat tanpa membedakan warna kulit,
keturunan, nasionalisme, agama (kepercayaan) dan masyarakat bersangkutan.
F. KURIKULUM MENURUT ALIRAN REKONSTRUKSI
Rekonstruktivisme
merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme,
peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. di samping menekankan tentang
perbedaan individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh
menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya.
Aliran
ini akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan
melakukan sesuatu ? Penganut aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada
proses. Aliran Pendidikan rekonstruksionisme Merupakan kelanjutan dari gerakan
progresivisme. Gerakan ini lahir didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum
progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah
masyarakat yang ada sekarang. Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count
dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat
yang pantas dan adil.
Fokus
dalam aliran pendidikan Rekonstruksionisme adalah berikut ini:
o Promosi
pemakaian problem solving tetapi tidak harus dirangkaikan dengan penyelesaian
problema sosial yang signifikan.
o Mengkritik pola life-adjustment
(perbaikan tambal-sulam) para Progresivist
o Pendidikan perlu berfikir tentang
tujuan-tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Untuk itu pendekatan utopia pun
menjadi penting guna menstimuli pemikiran tentang dunia masa depan yang perlu
diciptakan.
o Pesimis terhadap
pendekatan akademis, tetapi lebih fokus pada penciptaan agen perubahan melalui
partisipasi langsung dalam unsur-unsur kehidupan.
o Pendidikan
berdasar fakta bahwa belajar terbaik bagi manusia adalah terjadi dalam
aktivitas hidup yang nyata bersama sesamanya.
o Learn by doing!
(Belajar sambil bertindak).
Mengenai
kurikulum, rekonstruksianisme mengorganisir kurikulum yang oleh Brameld disebut
“the wheel” (roda) kurikulum, di mana inti (core) tujuan pendidikan versi
rekonstruksianisme menjadi inti dari kurikulum “roda” tersebut dan menjadi tema
sentral pendidikan. Kurikulum ini bersifat sentripetal sekaligus sentrifugal,
sentripetal karena akan membawa masyarakat atau komunitas bersama kepada studi
yang bersifat umum.
Sentrifugal
karena akan meningkatkan proyeksi pendidikan di sekolah-sekolah formal ke dalam
komunitas yang lebih luas. Hal tersebut secara tidak langsung akan menciptakan
transformasi kultural di dalam hubungan yang dinamis antara sekolah dan
masyarakat .
Implikasi
pemikiran filosofis rekonstruksianisme dalam kurikulum diarahkan kepada
penumbuhan kesadaran kritis peserta didik dengan model keaksaraan kritis pada
materi yang diajarkan. Selain itu kurikulum ditekankan pada upaya membangun
kesadaran polyculture dengan mengapresiasi keragaman budaya, adat istiadat
suatu suku tertentu untuk menanamkan nilai-nilai pluralisme kultural.
Demikian
pula proyeksi hubungan kemanusiaan dan aspek politik harus ditekankan baik
secara eksplisit maupun implisit dalam upaya menumbuhkan kesadaran politik para
peserta didik sehingga “nalar kritis” terhadap berbagai macam ketimpangan
sosial dan politik yang diakibatkan oleh kesewenang-wenangan status quo, dapat
menjadi modal dasar untuk melahirkan agen-agen perubahan sosial dimasa
selanjutnya.
Persoalan
perubahan ekonomi dan kehidupan nyata juga menjadi titik tekan utama aliran
rekonstruksianisme, dalam rangka melacak peranan perubahan ekonomi, kebijakan
ekonomi status quo yang menimbulkan akibat-akibat baik positif maupun negatif
pada kehidupan bermasyarakat suatu negara.
Pada puncaknya, kurikulum diatur sedemikian rupa untuk merespon perlunya sebuah tatanan sosial yang mendunia, di mana para peserta didik tidak memiliki pemahaman yang fragmentaris, agar persoalan-persoalan primordial seperti keyakinan, ras, warna kulit, suku dan bangsa tidak menjadi alasan terjadinya krisis kemanusiaan, seperti permusuhan, kebencian dan perang.
Pada puncaknya, kurikulum diatur sedemikian rupa untuk merespon perlunya sebuah tatanan sosial yang mendunia, di mana para peserta didik tidak memiliki pemahaman yang fragmentaris, agar persoalan-persoalan primordial seperti keyakinan, ras, warna kulit, suku dan bangsa tidak menjadi alasan terjadinya krisis kemanusiaan, seperti permusuhan, kebencian dan perang.
Rekonstruksianisme
mengajukan kurikulum semesta yang menekankan pada kebenaran, persaudaraan dan
keadilan. Mereka menolak kurikulum parokial yang sempit dan hanya membawa
kepentingan ideal komunitas lokal tertentu . Contohnya, pengajaran sejarah
dunia semestinya juga diarahkan pada kerja-kerja kontemporer lembaga-lembaga
internasional seperti PBB, ASEAN, OKI dan lain-lain.
Kurikulum
juga diorientasikan pada aksi peserta didik, seperti gerakan mengumpulkan dana
amal, terlibat dalam petisi, protes atau demo bersama masyarakat untuk
merespons kebijakan negara yang menimbulkan problematika sosial. Peserta didik
tidak hanya belajar dari buku, tetapi juga belajar pada fenomena sosial yang
ada seperti kemiskinan, perusakan alam, polusi udara, pemanasan global,
pornografi dan lain-lain. Oleh karena itu rekonstruksianisme menjadikan
aspek-aspek sosial, budaya dan isu-isu kontemporer menjadi muatan inti
kurikulum, agar peserta didik memiliki kepekaan dan empati sosial.
Kurikulum tersebut harus mulai diimplementasikan sejak Taman Kanak-Kanak, yaitu pada usia yang paling peka. Dengan demikian, peserta didik dapat menjadi penggerak utama pencerahan problem-problem sosial dan menjadi agitator utama perubahan sosial.
Kurikulum tersebut harus mulai diimplementasikan sejak Taman Kanak-Kanak, yaitu pada usia yang paling peka. Dengan demikian, peserta didik dapat menjadi penggerak utama pencerahan problem-problem sosial dan menjadi agitator utama perubahan sosial.
G. Pengaruh Rekonstruksionisme
Terhadap Kehidupan Manusia
Aliran ini
memandang manusia sebagai makhluk sosial. Manusia tumbuh dan berkembang dalam
keterkaitannya dengan proses sosial dan sejarah dari pada masyarakat.
Pendidikan mempunyai peranan untuk menandakan pembaharuan dan pembangunan
masyarakat. Perkembangan ilmu dan teknologi tidak hanya memberikan sumbangan
yang sangat berarti bagi masyarakat, namun juga membawa dampak negatif.
Masyarakat yang hidup damai berangsur-berangsur diganti oleh masyarakat yang
coraknya tidak menentu dan tiada kemantapan, serta yang lebih penting dari itu
lepasnya individu dalam keterkaitannya dengan masyarakat dan adanya
ketersaingan. Hal ini menciptakan budaya hegemoni sebagai ideologi. Anatara
lain :
·
Pandangan bahwa kemajuan itu tergantung dari sains dan
industry
·
Suatu kepercayaan dalam masyarakat bahwa agar orang mampu
menyumbangkan jasanya dalam masyarakat kompetitif
·
Kepercayaan bahwa hidup yang memadai sama dengan
menghasilkan dan mengkonsumsikan barang dan jasa bagi masyarakat.
Sehingga
menurut Apple ketiganya tercermin dalam kurikulum sekolah. Agar keadaan
masyarakat dapat diperbaiki, pendidikan menjadi wahana penting untuk
rekonstruksi. Hal tersebut yang menyebabkan tumbuhnya pikiran kritis
rekonstruksionisme yang terjadi dalam masyarakat, sehingga dapat dikatakan
rekonstruksi sebagai tujuan mencari titik kebenaran melalui lembaga pendidikan.
Dalam
konteks filsafat pendidikan, aliran rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang
berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan
yang bercorak modern.
Aliran
rekonstruksionisme, pada prinsipnya, sepaham dengan aliran perenialisme, yaitu
hendak menyatakan krisis kebudayaan modern. Kedua aliran tersebut, aliran
rekonstruksionisme dan perenialisme, memandang bahwa keadaan sekarang merupakan
zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan dan
kesimpangsiuran.
Walaupun
demikian, prinsip yang dimiliki oleh aliran rekonstruksionisme tidaklah sama
dengan prinsip yang dipegang oleh aliran perenialisme. Keduanya mempunyai visi
dan cara yang berbeda dalam pemecahan yang akan ditempuh untuk mengembalikan
kebudayaan yang scrasi dalam kehidupan. Aliran perennialisme memilih cara
tersendiri, yakni dengan kembali ke alam kebudayaan lama atau dikenal dengan
regressive road culture yang mereka anggap paling ideal. Sementara itu aliran
rekonstruksionisme menempuhnya dengan jalan berupaya mem¬bina suatu konsensus yang
paling luas dan mengenai tujuan pokok dan tertinggi dalam kehidupan umat
manusia.
H. Pokok-Pokok Konsep
Rekonstruksionisme
Aharianto
menjelaskan pokok-pokok konsep rekonstruksionisme sebagai berikut:
·
Pendidikan harus menciptakan tatanan social yang baru sesuai
dengan nilai-nilai dan kondisi sosial yang baru.
·
Masyarakat baru
·
Anak, sekolah, dan pendidikan dipengaruhi oleh kekuatan
sosial budaya
·
Guru meyakinkan murid tentang kebenaran dan memecahkan
masalah melalui rekonstruksi sosial secara demokratis
·
Memperbaharui tujuan dan cara-cara yang dipakai pendidikan
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Rekonstruksionisme berasal dari
bahasa inggris Reconstruct yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks
filsafat pendidikan aliran rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang berusaha
merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang
bercorak modern. maka dari itu rekonstruksionisme berusaha mencari kesepakatan
semua orang mengenai tujuan utama yang dapat mengatur tata kehidup manusia
dalam suatu tatanan baru seluruh lingkungannya, maka melalui lembagai dan
proses pendidikan. Rekonstruksionisme ingin merombak tata susunan lama dan
membangun tata susunan hidup kebudayaan yang sama sekali baru.
B. Saran
Kami sebagai penulis apabila dalam
penulisan dan penyusunan ini terdapat kekurangan dan kelebihan maka kritik dan
saran dari pembaca dan pembimbing kami harapkan sehingga dalam pembuatan
makalah yang selanjutnya lebih baik dari yang sebelumnya kami hanyalah manusia
biasa yang tidak lepas dari kesalahan sehingga tanpa dukungan dan saran
pembimbing sangat jauh bagi kami untuk mencapai kesempurnaan.
Akhirnya, hanya kepada Allah lah
penulis selalu mengharap ridhoNya. Semoga dari penulisan yang terbatas ini,
bisa mendatangkan manfaat yang tiada batas. Amien.
DAFTAR PUSTAKA
Jalaluddin dan Abdullah Idi,
Filsafat Pendidikan.Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002
Mudyarhardjo Redja, Pengantar
Pendidikan, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004
Syam Muhammad Noor, Filsafat
Penidikan dan Dasar Filfasat Kependidikan Pancasila, Surabaya : Usaha Nasional,
1986
Sadulloh, Uyoh, Pengantar Filsafat
Pendidikan, Bandung : Alfabeta 2003
Zuhairini, Filsafat Pendidikan
Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 2004
http:// neneng- halimah-
unindra2b.blogspot.com/2008/6/filsafat pendidikan.html
http://
fadliyanur.blogspot.com/2008/05/aliran rekonstruksionisme.html
Pasti, Y. Priyono, 2007, Menuju Pendidikan
Demokratis Humanistik, http://www.kompas.com/kompas-cetak/0507/23/Didaktika/1916660.htm
Gunarto, H, 2004. Mengusung Pendidikan Humanistik,
Tomindflys.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar